2
|
Inspirasi Konseling Islami dalam Konseling Karir
S. Miharja, uin bandung
|
Objek kajian
1.
Bimbingan Keagamaan
Bimbingan keagamaan merupakan
pekerjaan professional yang lingkupnya boleh jadi terbatas. Hal ini karena SDM
yang terlibat dalam bimbingan keagamaan adalah agamawan seperti kiayi, ustadz
dan ummat beragama. Ditilik pada pembimbingnya, diperlukan sejumlah kualifikasi
kompetensi yang harus dipenuhi oleh para pembimbing karier.
Bimbingan keagamaan pada sektor karier, secara umum menunjuk
pada pengkondisian pekerjaan seseorang dalam organisasi kerja. Secara Islami,
tentunya konsep organisasi kerja yang dimaksud tidak hanya pada organisasi
bisnis semata. Lebih luas karier juga bisa terjadi pada lapangan organisasi
social dan keagamaan. Malahan, bagaimana
prestasi karier bisnis, social dan keagaamaan itu terintegrasi dalam bingkai karier secara normatif sebagai religious
calling.
È@è%ur (#qè=yJôã$# uz|¡sù ª!$# ö/ä3n=uHxå ¼ã&è!qßuur tbqãZÏB÷sßJø9$#ur ( cruäIyur 4n<Î) ÉOÎ=»tã É=øtóø9$# Íoy»pk¤¶9$#ur /ä3ã¥Îm7t^ãsù $yJÎ/ ÷LäêZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÉÎÈ
Katakanlah,
“Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya
dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang
Mengetahui yang gaib dan yang nyata,lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang
telah kamu kerjakan. (terjemah Al
Qur’an, surat
9:105)
Allah swt memposisikan muslim sebagai hamba dan wakil
Allah (khalifah) secara bersamaan. Sebagai hamba Allah, muslim wajib dan tunduk
patuh pada syariat yang bersifat normatif, bagaimana hukum mengatur pribadi
muslim dalam beragama dan berkarya. Syariat normative yang dimaksud adalah Al
Qur’an dan Sunnah. Sebagai khalifah fil ardi, manusia dituntut mempunyai kreativitas untuk
senantiasa menggapai kehidupan yang lebih sejahtera. Akal dituntut lebih
kreatif untuk mengemban amanah khalifah, sedangkan ketaatan lebih dominan untuk
mengemban amanah sebagai abdillah.
øÎ)ur tA$s% /u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz (
Dan
(ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak
menjadikan khalifah di muka bumi (terjemah Al Qur’an, surat 2:30)
Selama komunikasi bimbingan, suasana konseli bisa merasa
senang ataupun sebaliknya tidak senang. Pembimbing karier dituntut mampu
menciptakan suasana batin konseli berupa perasaan senang, dan menghindari
perasaan sebaliknya. Sadiyah
(1997) memberikan gambaran suasana yang harus dikondisikan dan yang harus
dihindari selama komunikasi bimbingan keagamaan.
a)
Suasana Batin yang Tergolong "Perasaan
Senang" antara lain: akrab/dekat Antusias, bahagia, merasa bebas,
bergairah, bangga hati, bersukacita, merasa cocok, cinta/terpikat, merasa diakui/diterima, damai/tenteram, tak
janggal, kagum, kerasan/betah, lega,
mantap, nyaman, nikmat, optimis, merasa pantas, puas, penuh harapan, penuh
harga diri, riang/gembira, rindu/kangen, merasa berterima kasih, merasa
santai/rileks, simpati, merasa sabar, terlindung/aman, terhibur, tenang/kalem,
terharu, merasa tertarik, tabah, merasa
terpukau/terpana, merasa terpesona, merasa tergugah/terlibat, dan merasa suka.
b)
Suasana
yang harus dihindari oleh pembimbing
karier adalah suasana yang tidak menyenangkan, seperti merasa apatis, antisipasi, merasa asing,
benci, bingung, bengong, bosan/jenuh/jemu, berat hati, berkabung,
berdosa/bersalah, curiga, cemburu, canggung, diabaikan, merasa dihina/terhina, dendam,
merasa sebatang kara, kehilangan, kasihan/iba, merasa dingin, terkoyak,
gugup/grogi, heran, hambar/hampa, hancur/tercacah, iri, jengkel, jera/kapok,
merasa jauh, khawatir/gelisah, kecewa/ gagal, kikuk, kesal, kesepian,
tertipu , takut/gentar, terhenyak, kecil hati, tak berdaya, malu/jengah, gusar, malas, merana, muak, ngeri/jijik,
pesimis/depresif , tanpa harapan, pasrah, panic, patah hati, panas hati,
prihatin, bimbang, risi, minder, sedih/ murung, sakit hati/pedih, segan/enggan,
sebel, terancam, terpukul, ada kejanggalan , terbebani, terpaksa, tak tega,
tersinggung, tersiksa, tak betah, terganggu, tersayat/pilu, terpojok/ terdesak,
tersesat, terkekang, tak sabar, tak berdaya/kalah , tegang, goyah,
tersipu-sipu, diasingkan, dan merasa duka.
Dalam bimbingan, pembimbing harus membantu konseli untuk
berpikir secara terarah (directed thinking). Untuk itu diperlukan
serangkaian langkah yang sistematis. Tohirin (2007), mengarahkan pembicaraan
antara pembimbing dan konseli mengikuti urutan langkah diskusi tertentu yang
pada umumnya adalah sebagai berikut:
(l) menciptakan suasana hubungan antarpribadi; (2)
menetapkan lingkup permasalahan yang dihadapi, termasuk berbagai alternatif
yang tersedia kalau semua ini sudah diketahui; (3) mengumpulkan dan mengolah
berbagai data psikologis dan data sosial yang relevan; (4) menetapkan
kemungkinan alternatif yang terbuka, baik yang sudah dikemukakan tadi maupun
yang baru jelas pada saat ini (inventarisasi); (5) peninjauan terhadap masing-masing
alternatif atas dasar data psikologis dan data sosial, dengan mempertimbangkan
apakah suatu alternatif diinginkan (desirable), dapat dipilih atau
mungkin untuk dipilih (possible) dan, kalau dipandang berguna, akan
membawa hasil yang diharapkan (probable); (6) memilih satu alternatif
yang paling dapat dipertanggungjawabkan dan mengandung risiko gagal paling
kecil, atau memilih lebih dari satu alternatif dalam urutan prioritas kalau hal
ini dimungkinkan; (7) merencanakan cara mengimplementasikan dan melaksanakan
keputusan yang diambil; dipertimbangkan juga apakah ada kemungkinan keputusan
itu masih dapat diubah, kalau kemudian hari ternyata timbul hambatan yang tidak
dapat diatasi; (8) mengakhiri hubungan bila proses bimbingan sudah selesai.
Hasil
penelitian Pope (1999), menunjukkan pola bimbingan pada masyarakat Asia,
khususnya asia tenggara lebih mengarah pada bimbingan kelompok daripada
bimbingan individual. Ini dipengaruhi oleh karakteristik masyarakat Asia yang
lebih bersifat agamis, sosial, berkelompok, dibanding masyarakat Barat yang
cenderung sekuler dan independen.
Berdasarkan
uraian diatas dapat dimuat simpulan karakteristik bimbingan keagamaan khususnya
yang berhubungan dengan bimbingan di sektor karier antara lain: (1)
Karakteristik religius, sikap yang terintegrasi dalam bingkai keagamaan.
Membimbing karier didasarkan pada panggilan dakwah, semata-mata mewujudkan
keadaan ummat yang damai, sejahtera sesuai prinsif salam (wallahu yad’u ila
darussalam). (2)
Karakteristik scientific, penguasaan keilmuan tentang karier dan cara
membimbingnya (walataqfu ma laisa laka bihi ilm). (3) Karakteristik sosial, kepekaan
sosial sehingga tampil secara proaktif mengambil bagian sebagai problem solver
(yaj’allahu makhrojaa) atas masalah-masalah kiprah diri ummat, khususnya
dalam bidag ekonomi yang ditangani secara perseorangan maupun kelompok.
Bimbingan keagamaan dalam konseling karir
Konseling
karir merupakan bagian dari ranah keilmuan di bidang konseling secara umum.
Pada banyak bagian konseptual dan skill, konseling karir mengacu pada bimbingan
pada umumnya. Termasuk dalam kajian konseling Islami, maka konseling karir pun
akan mendapat banyak inspirasi. Berikut ini, kita akan sajikan beberapa hal
berkenaan dengan konseling Islami.
Dalam litarur
Barat, Peranan agama dan spiritual dalam konseling sudah dipandang sebagai bagian yang tak bisa dipisahkan. Dalam kurun
waktu yang lama telah diperdebatkan dalam kalangan sarjana Barat. Sebagian
besar dari mereka menolak kehadiran unsur ini dalam lapangan konseling. Namun,
skenario ini sudah berubah, sebagaimana yang dinyatakan oleh Richard dan Bergin
(2004): "The alienation that existed
antara psychology and religion selama most of 20th century memiliki ended.
Hundred of articles on religion and mental health and spirituality and
psychotherapy have been published in professional journal. Numerous presentations
have been given at professional conferences. Many main stream Publishers have
published books on this topic. All of the major mental health organizations now
explicitly that religion is on type of diversity that profesional obligated to
respect ". Penerimaan aspek spiritual dan agama dalam konseling pada
tingkat internasional ini merupakan titik tolak yang penting dalam perkembangan
konseling keagamaan, khususnya di Indonesia. Hal ini telah diperkukuh ketika
American Psychiatric Association (APA) telah memberikan pengakuan terhadap
aspek spiritual dan agama. Tindakan ini telah memberikan dampak ganda terhadap
perkembangan konseling keagamaan, khususnya Islam untuk berkembang
seluas-luasnya termasuk dalam konseling karir.
B. Urgensi Konseling Islami
Dewasa ini,
manusia dilanda berbagai masalah psikologis yang mencakup aspek jasmani, rohani
(spiritual), emosi dan pikiran. Hal ini telah menyebabkan kesejahteraan hidup
manusia terganggu, Oleh karena itu, terciptalah ruang pendorong bagi manusia
untuk bertindak melampaui batas pemikiran yang rasional. Dalam beberapa kasus,
tindakan ini bukan saja menyebabkan cedera pada diri sendiri, bahkan terhadap
orang lain dalam lingkungan keluarga, kerja dan lingkungan yang lebih luas.
Dalam kontek
pada kemapanan kerja, lalu dibangun berbagai pendekatan konseling karir untuk
menangani masalah ini. Namun demikian, kemampuan pendekatan-pendekatan ini
terlihat seolah-olah tidak efisien berdasarkan peningkatan kasus-kasus yang
berkaitan dengan konseling dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat melalui
laporan World Health Organisation (WHO) yang menyatakan sekitar 450 juta orang
di seluruh dunia mengalami gangguan mental tertentu seperti depresi,
skizofrenia dan gangguan bipolar, tetapi kurang separuh dari mereka menerima
penanganan yang diperlukan. Di Indonesia sendiri, seiring dengan dinamika
perekonomian masyarakat, penganggguran dan penyebaran lapangan kerja yang tidak
merata dapat menjadi masalah tersendiri yang perlu penanganan pembimbing karir.
Realitas ini,
mutlak memerlukan penanganan masalah pribadi manusia, dengan pendekatan yang
konprehensif, tidak saja menggunakan akal semata namun menghadirkan wahyu ilahi
di dalamnya. Dalam pandangan Asmah Bee (2004). "Religion and spiritual practices have been used by mankind as guides
for their actions because there are too many unexpected and uncontrolled events
and incidents happening today, and these incidents are sometimes phenomenal dan
unpredictable."
C. Sejarah Perkembangan Konseling Islam Sepintas
Lalu
Perkembangan
konseling Islami dapat terdeteksi dalam beberapa bentuk, diantaranya penelitian
akademis dan karya ilmiah oleh sarjana lokal, penyelenggaraan seminar, konvensi
dan kursus tentang konseling Islam dan peranan yang dimainkan oleh lembaga
pemerintah dan organisasi non pemerintah.
Ghazali Basri
(1980) telah memicu ide pendekatan konseling Islam dan menyarankan agar
filosofi dan tujuan konseling lihat kembali dengan memberikan perhatian pada
persoalan untuk menghidupkan jiwa dan nilai-nilai agama berteraskan fitrah manusia
(dalam Amaluddin, 2008).
Selanjutnya,
Abdul Rahman Salleh (1982) telah melakukan penelitian dengan membuat
perbandingan tentang konsep manusia dan kepribadian teori konseling Barat
dengan teori pendekatan Islam. Melalui penelitian ini, beliau menyatakan
pentingnya konselor Islam memperhatikan soal-soal spiritual manusia, khususnya
roh yang tidak bisa dianalisis secara ilmiah. Nor Anisah (1984) telah memulai
langkah awal dalam pembentukan teori konseling Islam dengan menjelaskan konsep
manusia secara perbandingan antara Barat dengan Islam.
Selanjutnya
presentasi dari Dr. Wan Abd Kadir dalam Seminar Nasional dan Konseling telah
mempromosikan konseling Islam kepada khalayak ramai. Presentasi beliau
menyentuh dan memberikan sifat-sifat utama manusia yang sempurna menurut Maslow
(1956) dan mengaitkan sifat-sifat tersebut dengan pandangan al-Ghazali tentang
kepribadian manusia yang baik.
Pendirian
Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati didasarkan pada jargon “Wahyu
memandu ilmu” merupakan usaha ulung untuk mensinergikan ilmu Islam dengan
Barat. Melalui misi universitas yang memberdayakan konsep Islamization of knowledge yang dipelopori oleh Professor al-Faruqi
sebagaimana yang didefinisikan oleh Imad al-Din Khalil:
"The
islamization of knowledge means involvement in intellectual pursuits, by
examinations, summarizations, correlation, dan publication, dari perspective of
an Islamic outlook on life, man and the universe." (The American
Journal of Islamic Sciences, 1995).
Konsep ini
melibatkan usaha-usaha intelektual untuk mengkaji dan merumuskan kembali,
menghubung dan menyebarluaskan sumber ilmu yang ada dari perspektif Islam
tentang kehidupan, manusia dan alam. Hal ini telah mengembangkan beberapa hal
terkait seperti filsafat, etika, teori dan konsep. Gerakan ini telah memacu
perkembangan konseling Islam.
Terus
berkembang, Yatimah dan Mohd Tajuddin (2008) telah menghasilkan buku berbasis
penelitian tentang Teori Konseling al-Ghazali. Dalam penelitian ini, mereka
telah menjadikan kitab Ihya Ulumuddin sebagai referensi utama untuk mengupas
dan mengeksplorasi Teori Konseling al-Ghazali secara mendalam dan komprehensif.
Sehubungan dengan itu, mereka merumuskan bahwa pendekatan Teori Konseling
al-Ghazali diharapkan akan dapat memperluas lagi pemahaman konselor tentang
jiwa dan permasalahan manusia, selanjutnya menjadi satu pendekatan konseling
yang dapat membantu konselor Muslim memberikan layanan kepada klien mereka.
D. Konsep dan Model Konseling Islami
Konsep konseling karir Islami tidak
hanya mengarahkan manusia pada kehidupan di dunia namun mengarahkan lebih jauh
pada kesejahteraan di akherat. Prestasi amaliyah tidak terhenti selama manusia
berada di dunia, melainkan bagaimana prestasi amaliyah termasuk karir,
berkesinambungan dengan kehidupan di akherat kelak. Karenanya tugas
perkembangan karir tidak terhenti sampai manusia pensiun dari kerja. Jauh
melampau itu, manusia akan hidup kekal di alam akhirat. Maka konsep karir harus
pula diselaraskan dengan konsep khusnul
khatimah, selalu mengarahkan diri pada prestasi akhir yang terbaik.
Berkenaan dengan konseling yang
mengarahkan pada kehidupan yang panjang dunia hingga akhirat ini, maka
diperlukan prinsif-prinsif dasar yang membedakan konseling umumnya dengan
konseling dalam Islam. Bimbingan dalam karir diperlukan terutama ketika karir seseorang
sedang dilanda kegalauan akibat pemutusan hubungan kerja, tekanan kerja yang
berat, atau tak kunjung pula mendapat pekerjaan. Kehidupan seorang manusia
adalah pandang dan semua akan menuju ke kehidupan akhirat, maka tidaklah elok
bila di dunia dia merusak dirinya dengan perbuatan tercela, seperti tidak
pidana ekonomi.
Mengacu pada pendapat Hasan Langgulung
(1990), dapat dirunut premis dan beberapa prisip bimbingan Islam yang dapat
dikaitkan dengan konseling karir:
1.
Memberikan nasihat itu adalah
seruan agama.
2.
Bimbingan dan konseling
termasuk amal yang mulia di sisi Allah SWT.
3.
Bimbingan dan konseling adalah
layanan psikologis untuk mencari keridaan Allah SWT.
4.
Persiapan layanan konseling itu
wajib kepada pemerintah bagi masyarakat Islam.
5.
Setiap orang yang telah baligh
dan berakal bertanggung jawab atas setiap perbuatannya, termasuk perencaan dan
perwujudan karir.
6.
Tujuan konseling adalah untuk
mengembangkan kemauan dan keinginan seseorang untuk mencari sesuatu yang
bermanfaat dan meninggalkan sesuatu yang mudarat.
7.
Tujuan bimbingan dan konseling
adalah untuk membantu orang mencapai kemaslahatan dan menghindari kerusakan.
8.
Mencari manfaat bimbingan dan
konseling adalah wajib bagi setiap Muslim.
9.
Konseling adalah fardhu ain
bagi mereka yang ahli atau kemampuan dalam bidang ini.
10. Memberikan
konseling secara sukarela kepada kaum Muslim adalah wajib bagi setiap yang
berkesanggupan.
11. Seorang
konselor Muslim memberikan konseling sesuai dengan hukum syariah yang relevan.
12. Manusia
bebas memutuskan dengan dirinya sendiri, termasuk dalam pilihan dan keputusan
karir.
13. Orang
tidak bebas memilih jalan maksiat dan kerusakan karena jalan maksiat itu akan
menyiksa orang lain secara langsung atau tidak langsung dan menyebabkan
tersebarnya keburukan itu yang akan merusak masyarakat. Sedangkan kewajiban
menjaga masyarakat dari kerusakan adalah tanggung jawab secara kolektif.
14. Berpegang
teguh pada prinsip memelihara dan mengamalkan sistem masyarakat secara Islami.
E. Azas bimbingan Islami
Konsep bimbingan dan konseling islami, baik yang umum
ataupun yang khas di bidang-bidang tertentu dapat dirumuskan dengan rumusan
bahwa ''bimbingan Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar
dalam kehidupannya senantiasa selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah Swt.,
sehingga dapat mencapai kebahagian hidup di dunia dan akhirat" (Faqih,
2001 : 61).
Berangkat dari definisi mendasar tentang tujuan utama
bimbingan di atas, beberapa asas bimbingan berikut dapat dijadikan pijakan
untuk menciptakan pola bimbingan dalam masyarakat yang lebih terarah. Adapun
beberapa pijakan tersebut adalah:
1. Asas fitrah
Fitrah merupakan titik tolak utama bimbingan Islami,
karena dalam konsep fitrah itu ketauhidan yang alami, natural
believe (bawaan sejak lahir sebagai anugerah Allah SWT) menjadi
sumber pokok sandaran setiap individu. Ia akan berwujud sebagai naluri alamiah
yang terdapat pada kepribadian setiap individu dan ia dapat berubah menjadi
sesuatu yang fatal ataupun menguntungkan. Asas ini merupakan salah satu bagian
cermin terkuat pada manusia di dalam menjalankan semua aktivitasnya secara
vertikal (muamalah
ma'Allah) ataupun realitas hubungannya secara horizontal (mu'amalah
ma'annas). Merujuk kepada asas fitrah yang dikemukakan di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa manusia sejak asal kejadiannya, membawa potensi yang
lurus, dan dipahami oleh para ulama sebagai tauhid (Shihab, 2001 ; 284).
2. Asas kebahagian
dunia dan akhirat
Manusia dituntut untuk menghayati fitrahnya. Atas tuntutan
inilah ia harus digiring untuk mencapai kebahagian dunia dan akhirat. Bimbingan
lslami membantu individu memahami dan menghayati tujuan hidupnya sebagai hamba
Allah SWT. la juga wajib mengabdi kepada-Nya dalam rangka mencapai tujuan
akhir sebagai manusia, yaitu mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Kedua asas
ini tidak akan berjalan sempurna tanpa dimuculkan sikap sadar dan pengertian
setiap orang akan signifikansi perwujudan kedua hal tersebut, hari ini, besok,
dan setelah kembali kepada Pencipta sekalipun. Untuk itulah, dalam proses
penyampaian bimbingan, seorang pembimbing dituntut semaksimal mungkin memahami
unsur-unsur terpenting dan pokok pencapaian setiap individu pada kebahagian
dunia dan kebahagiaan akhirat.
3. Asas amal
shaleh dan akhlak mulia
Kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat ·akan
tercapai ketika manusia dapat membuat pencapaian individulitasnya kepada
keterpanggilan untuk beramal shaleh dan berakhlak mulia. Bimbingan keagamaan
islami dapat membantu setiap individu melakukan amal shaleh dan berakhlak mulia
sesuai dengan ajaran Islam. Dalam memantapkan pengetahuan individu pada proses
bimbingan ini seorang pembimbing ataupun penyuluh harus mampu memberikan
pemahaman kepada klien akan adanya signifikansi kesadaran dan ketakwaan kepada
Allah Swt., sebagai tanda dari representasi amal shaleh dalam diri mereka.
Sebagai media sederhana dalam menjelaskan kerangka ini, seorang pembimbing
dapat menjelaskan pentingnya bertutur cerita, berbuat baik antarsesama, dan
menutup segala keburukan yang dimiliki orang lain (al-Qaasimi al- Dimasyqi,
2004).
4. Asas mauidzatul - hasanah
Bimbingan Islami dilakukan dengan cara yang sebaik-baiknya
serta menggunakan segala macam sumber pendukung secara efektif dan efesien.
Dasar pijakan Islami sebagai manifestasi dari kesejahteraan kehidupan harus
menjadi topik-topik inti yang akan disampaikan serta ditekankan bagi realitas
kehidupan individu dalam keluarga ataupun masyarakat. Setiap individu wajib
menyadari bahwa sinergi antara satu individu dengan individu lain memacu
kebaikan di antara mereka atau sebaliknya. Perlu ditegaskan di sini akan
pentingnya perwujudan asas mauidzatul hasanah pada diri seorang pembimbing.atau masyarakat pada umumnya. Nashir
Abdullah (2001:10) menjelaskan bahwa komunitas sosial memiliki dampak kuat bagi
pembentukan karakteristik masing-masing orang. Kebahagiaan dalam keberhasilan
karir memiliki kesinambungan kuat atas kondisi sosial yang mengitari.
5. Asas mujadalatul - ahsan
Bimbingan karir dilakukan dengan cara melakukan dialog
antara pembimbing dan yang dibimbing dalam rangka membuka pikiran dan hati
pihak yang dibimbing akan ranah karir, sehingga muncul jalan terang akan kebaikan
peluang karir serta mau menjalankannya. Kegelisahan-kegelisahan realitas sosial
atas penyampaian suatu pendapat yang biasa terjadi di antara peserta yang
dibimbing, harus bisa disikapi dengan sempurna serta bijaksana oleh seorang
pembimbing. Mereka mempunyai peranan pokok di dalam membuka pintu-pintu
kebijaksanaan yang telah ditentukan oleh Allah Swt (Faqih, 2001 : 64 - 65).
F. Metode Pemulihan dan Intervensi dalam Konseling
Islam
Menggapai kesempurnaan kaffah
(jalan benar seluruhnya, dan menghindari seluruhnya dari jalan syaithan)
adalah pokok penting dalam treatmen pemulihan pada konseling Islami. Dalam hal
ini, Abd. Rahman (1992) mencoba menggarisbawahi aplikasi intervensi ini agar
konselor dapat membawa dunia klien untuk membangun pemilihan alternatif solusi
dengan melibatkan metode-metode berikut:
1. Metode Pengikatan Keyakinan dan
Kepercayaan (Akidah)
Rahasia pekerjaan, rejeki, dan segala
kegiatan ekonomi manusia adalah milik Allah SWT. Manusia diwajibkan berdo’a dan
berusaha. Tidak ada ketergantungan yang
sejati, kecuali ketergantungan kepada Allah saja. “Katakanlah, Dia (Allah) itu Esa, Allah itu tempat bergantung”. QS Al
Ikhlas 1-2). Karenanya, seorang manusia bertauhid akan mendapatkan
kemerdekaan sejati, dengan bersandar dan berpengharapan kepada Allah saja.
Nikmat keimanan yang dikecap melalui pelaksanaan perintah Allah dan menjauhi
larangan-Nya menjadi inti pertahanan seseorang Muslim. Selanjutnya, pengikatan
praktek (ibadah) juga merupakan metode yang membawa diri klien agar
melaksanakan latihan spiritual ke arah Tazkiyah nafs (penjernihan jiwa) yang
selanjutnya akan membawa kepada ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan kepada
diri klien.
2.
Metode Pengikatan Kemasyarakatan
Meningkatkan pemahaman klien tentang
lingkungan berdasarkan akidah dan akhlak Islam. Dalam Islam, hubungan dalam
masyarakat yang akrab dan harmonis menjadi tuntutan. Hal ini akan membangun
satu sistem dukungan satu sama lain yang berteraskan pepatah 'yang berat sama
dipikul ringan sama dijinjing. Karena itu, individu yang bermasalah tidak akan
terasa diri mereka dipinggirkan karena akan selalu ada dalam komunitas individu
yang akan mengulurkan bantuan.
2.
Metode Pencegahan
Metode pencegahan adalah metode yang
mencegah individu dari segala hal yang berbahaya dan menyesatkan. Al-Quran dan
al-hadis sering memberikan peringatan dan cegahan agar tidak membawa diri
individu kepada kehancuran dan kerusakan (Mohd Noor Saper dan Mohd Yunus,
2006). Firman Allah yang artinya: "Janganlah
kamu campakkan diri kamu dan keluarga kamu ke dalam kebinasaan". Rentang karir seorang manusia, harus
terproteksi dari segala kemungkinan yang membawanya pada arus pelanggaran
aqidah dan pidana ekonomi. Cara-cara orang berdo’a dan beriktiar dalam
berkarir, jangan sampai tercemari dengan kemusyrikan dan tindak kecurangan.
3.
Intervensi Melalui Praktek Penjernihan Jiwa
Menurut Hassan Langgulung (1995)
mengungkapkan beberapa praktek ke arah tazkiyah an-nafs seperti berikut: (a)
Shalat, (b) Puasa, (c) Zakat, (d) Haji, (e) Membaca al-Quran, (f) Zikir, (g)
Bertafakur (berpikir) pada kejadian makhluk ciptaan Allah SWT Mengingat mati,
(h) Muraqabah, muhasabah, mujahadah dan muatabah, Jihad, amar makruf dan nahi
mungkar, khidmah dan tawaduk, (i) Mengetahui jalan-jalan masuk setan ke dalam
jiwa dan mencegahnya, (j) Mengetahui penyaklit-penyakit hati dan
menghindarinya. Praktek ke arah penyucian jiwa ini, akan membawa pada diri yang
tenang (mutmainnnah), diri yang tenang akan mendapat ridho ilahi dan sekelompok
dengan abdi-Nya. Semua orang dalam kriteria akan masuk dalam kebahagian yang
sejati. “Wahai jiwa yang tenang!
Kembalilah kepada Tuhammu dengan hati yang rida dan diridai-Nya, maka masuklah
kedalam golongan hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam surge-Ku.” QS Al Fajar:27-30).
F. Sifat-sifat Konselor Muslim
Pada dasarnya, seseorang konselor
Islam harus memiliki dan mengamalkan sifat-sifat terpuji (mahmudah) dan
menghindari sifat-sifat buruk (mazmumah). Hal ini sangat penting untuk
keberhasilan suatu sesi konseling. Konselor yang berwibawa dan memiliki sahsiah
yang anggun, di samping memiliki latar belakang ilmu konseling yang baik akan mampu memimpin sesi konseling ke arah tujuan yang dituju. Berdasarkan
pertimbangan ini, Mohd Noor Saper (2006) menyarankan sifat-sifat yang harus ada
pada konselor:
1.
Ikhlas
Firman Allah SWT yang artinya: 'Katakanlah (wahai Muhammad), sesungguhnya
aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwa Tuhanmu
hanyalah satu. Jadi, siapa yang percaya dan berharap akan pertemuan dengan
Tuhannya hendaklah ia mengerjakan amal saleh, dan jangan ia mempersekutukan
siapa-pun dalam ibadatnya kepada Tuhannya. " (Al-Kahfi: 110). Ikhlas
yang dimaksud adalah niat untuk membantu klien semata-mata karena Allah SWT,
untuk memenuhi tuntutan agama dan mencari dan Allah SWT semata. Melalui
keikhlasan inilah yang membuat segala usaha yang dilakukan menjadi ibadah dan
akan. Eh kebaikan kepada konselor dan klien
2.
Bertakwa
Firman Allah SWT yang artinya: "Wahai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa dan janganlah sekali-kali
kamu mati melainkan dalam keadaan Islam." (Ali-Imran: 102). Dengan takwa
manusia takut akan siksaan Allah SWT dengan memperbaiki amalannya, apakah
secara pribadi atau secara massal. Perasaan takwa ini bertindak sebagai
pengawas yang memastikan bahwa niat, proses intervensi dan bantuan yang
dilakukan oleh konselor selama sesi konseling memenuhi kehendak Allah SWT.
3.
Perasaan Bertanggung jawab
Firman Allah SWT yang artinya: .. dan sesungguhnya kamu akan ditanya
tentang apa yang telah kamu kerjakan." (An-Nahl: 93). Konselor Muslim
harus menyadari dan memahami bahwa setiap niat, perbuatan dan amalnya dalam
proses konseling akan dipertanggungjawabkan dalam bentuk imbalan atau balasan
dari Allah SWT. Hal ini akan menjadi pendorong dan penguat bagi konselor Muslim
untuk memastikan segala layanan dan bantuan yang diberikan adalah yang benar
dan terbaik dan mendapat ridha Allah SWT semata.
4.
Berilmu Pengetahuan dan Terlatih
Firman Allah SWT yang artinya: "Katakanlah (padanya), apakah sama
orang-orang yang mengetahui (berilmu) dengan orang-orang yang tidak
berilmu." (Az-Zumar: 9). Islam memandang tinggi pada orang yang berilmu
pengetahuan karena mereka dapat membedakan hal yang haq (benar) dan oatil
(salah), hal yang halal dan haram, hal yang mendatangkan manfaat dan mudharat,
juga hal yang mendatangkan kebaikan di dunia dan di akhirat.
5.
Bersopan Santun dan Beradab
Firman Allah SWT yang artinya: Karena rahmat Tuhan, engkau bersikap lemah
lembut terhadap mereka, dan kiranya engkau berbudi kasar dan berhati bengis,
niscaya mereka akan lari dari sekelilingmu." (Al-Imran: 159). Bersopan
santun dan beradab ketika melayani klien merupakan kunci utama untuk menambat
hati dan meningkatkan kesiapan klien untuk menjalani sesi konseling. Selain
itu, akan menambah keyakinan dan memfasilitasi pembinaan hubungan dalam proses
konseling.
G. Etika Konseling
Adawiyah Ismail (2008), merumuskan
etika konselor Islam berdasarkan syariah seperti berikut:
1.
Konseling adalah satu amanah.
Karena itu, konselor harus menjaga kerahasiaan keaiban klien. Setiap pernyataan
terkait hanya bisa dilakukan setelah mendapat persetujuan resmi darinya.
2.
Tidak bisa melakukan konseling
di tempat yang bisa menimbulkan syakwasangka atau mendatangkan fitnah.
3.
Konselor pria harus mengadakan
sesi dengan klien pria, dan begitu juga dengan konselor perempuan. Dalam hal
darurat, klien perempuan bisa mendapat nasihat dari konselor pria tetapi harus
disertai oleh seorang konselor perempuan atau mahram klien tersebut.
4.
Sesi konseling harus
berdasarkan prinsip-prinsip yang dibenarkan oleh syara.
5.
Menyatakan dengan
terus-terangan kepada klien jika konselor tidak mampu untuk membantu klien.
Konselor menyarankan seseorang yang lebih senior dan ahli dalam masalah yang
dihadapi oleh klien.
6.
Berusaha menghindari kerusakan
terlebih dahulu baru kemudian mencari jalan untuk memperbaikinya.
7.
Jika konselor berhadapan dengan
dua kemudaratan, ambil kemudaratan yang lebih ringan.
8.
Pemilihan kemudaratan ini
memiliki terbatas atau kadarnya, yaitu jika tidak dilakukan pencegahan akan
terjadi kerusakan. Pencegahan pula sekadar yang dibutuhkan (berdasarkan prinsip
hukum fiqih sesuatu yang disabitkan karena darurat atau hajat ditentukan oleh
hukum menurut kebutuhan).
9.
Ketika bertemu antara hal yang
halal dengan haram, pemilihan hal yang halal.
10. Menyatakan
kepada klien bahwa manusia hanya mampu berusaha, tetapi ketentuannya datang
dari Allah SWT. Karena itu, keputusan harus disertai dengan doa semoga
diberkati dan mendapat petunjuk dari Allah SWT.
11. Menganjurkan
kepada klien untuk shalat istikharah jika klien sulit untuk membuat keputusan.
12. Mendorong
klien agar selalu bertobat dan memohon ampunan dari Allah SWT.
H. Tindakan-tindakan dalam keterbatasan konselor
Dalam konteks ini, pendekatan
konseling Islam memberi alternatif bagi klien yang tidak berhasil dipulihkan
melalui pendekatan konseling yang ada. Karena itu, tanggung jawab dan beban
yang terpikul di pundak para konselor Islam (yang menjalankan praktek konseling
Islam) adalah sangat berat. Mereka harus mengatasi tantangan ini dengan
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan konseling dan agama Islam. Namun
demikian, harapan dan tanggung jawab yang besar ini memiliki batasannya.
1.
Mengutamakan Klien (Client-centered)
Firman Allah SWT yang artinya: "Dan mereka juga mengutamakan
orang-orang yang berhijrah itu lebih dari diri mereka sendiri, sekalipun mereka
dalam kondisi kekurangan dan sangat-sangat membutuhkan." (Al-Hasyr:
9). Hal ini mengacu pada kondisi klien yang biasanya datang menemui konselor seperti
orang yang sedang sesak di dalam air, apa pun bantuan yang diberikan kepadanya
akan diterima tanpa soal demi menyelamatkan nyawanya. Justru, konselor
seharusnya mengutamakan usaha membantu mereka sebagai agenda utama.
Mudah-mudahan masalah klien segera terlerai dan klien merasa lebih sejahtera.
2.
Merujuk Klien Kepada Pakar Lain
Harus dipahami bahwa konselor adalah
manusia biasa yang memiliki kelebihan dan kelemahan. Dalam hal ini ada kalanya
konselor tidak mampu membantu klien karena kurang keahlian dan ilmu dalam hal
tersebut. Karena itu, konselor perlu menyingkirkan egonya sebagai. Koselor
serba tahu dengan merujuk kepada konselor lain yang lebih mampu membantu klien.
Hal ini sesuai dengan etika konseling yang sangat menekankan pada batas
kemampuan konselor dalam membantu klien.
I. Peranan Pembimbing dalam Islam
Peranan seorang pembimbing adalah sebagai juru penerang dan pemberi petunjuk ke arah kebenaran, juru
pengingat (muzakkir),
juru penghibur (mubassyir) hati yang duka lara, serta penyampai (muballigh) pesan-pesan wahyu, yang perilaku sehari-harinya mencerminkan contoh
teladan yang baik (uswatul
hasallah) di tengah umatnya (Gunarsa, 1996 : 28). Lebih lanjut,
dapat disimak penjelasan mengenai peran konselor muslim:
1. Sumber penerang
dan pemberi petunjuk ke arah kebenaran
Manusia lahir dengan membawa thabict (perwatakan) yang berbeda. Watak tersebut tercakup dalam jiwa setiap
individu atau hati sanubari yang dapat mengantarkan untuk sampai pada pengenalan
dan pengarahan diri.
Sebelum menginjak usia baligh, seorang anak, misalnya,
belum bisa membedakan antara keinginan dan kemampuan dalam karirnya. Kehadiran
seorang pembimbing merupakan langkah efektif untuk menerangi potensi karir
mereka. Motivasi seorang pembimbing sekaligus juru penerang terhadap anak
merupakan aspek-aspek efektif bagi penunjangan pencapaian tugas perkembangan
karir.
2. Juru pengingat (mudzakkir)
Masyarakat hidup dalam berbagai lingkungan yang kompleks. Secara
alamiah manusia merupakan makhluk yang tidak dapat membantah keberadaannya
sebagai makhluk religious, bersosial, berbudaya dan berekonomi. Akan tetapi,
dalam perjalanan hidupnya manusia dapat jauh dari hakekatnya tersebut. Bahkan
dalam kehidupan berkarir pun kerapkali muncul berbagai masalah yang menimpa dan
menyulitkan individu. Timbulnya kenyataan ini memerlukan penanganan bimbingan karir.
Mengarahkan masyarakat dan membimbing mereka merupakan kewajiban yang harus
dilakukan oleh individu yang lebih berkompetensi di atas pengetahuan yang
mereka miliki (Faqih, 2001:
48).
3. Juru penghibur (mubassyir) hati yang duka
Menurut Mujib, struktur kepribadian dalam perspektif Islam
adalah fithrah. Sementara itu, struktur fithrah memiliki tiga dimensi
kepribadian (1) dimensi fisik yang disebut dengan fithrah jasmani, (2) dimensi
psikis yang disebut dengan fithrah rohani, (3) dimensi psikologis yang disebut
dengan fithrah nafsani. Ketiga dimensi tersebut memiliki korelasi sangat erat
antara yang satu dengan lainnya. Eksistensi ketiganya menjamin keselarasan
terhadap yang lainnya. Untukmenghidupkan ketiganya dalam bingkai yang sempuma,
maka perlu menjaganya dengan mengetuk hati setiap pelaku atas nilai-nilai
hakiki yang telah mereka berikan bagi keberlangsungan semua entitas tersebut
(Ramayulis, 2002
: 122). Bagi pembimbing karir, , fluktuasi manusia dalam karir, dalam menjadi
pemdamping recovery ataupun
pengembangan karir mereka.
4. Muballigh, penyampai pesan-pesan
keagamaan secara kaffah.
Kedudukan muballig adalah lebih dari sekedar penyampaian
ajaran Islam dalam lingkup ibadah mahdoh
(hablum minalloh) secara lengkap dan utuh juga menjadi penyampai ibadah ghoir mahdoh (hablum minannas). Kedudukan
mereka juga sebagai penolong yang bertugas membantu memecahkan problem
kehidupan melalui berbagai metode, terutama berdasarkan pendekatan keagamaan
dan bidang ilmu lainnya yang relevan. Tugas ini dipandang sebagai warisan para
nabi yang berfungsi sebagai penunjuk jalan ke arah cahaya yang terang keluar
dari kegelapan hidup, termasuk yang berkaitan dengan dunia karir. Arahan kepada
jalan yang terang dan pengentasan dari jalan kegelapan merupakan kewajiban baku
seorang muballigh
bagi segenap klien bimbingannya. Dalam kenyataan inilah
Afif Muhammad (1998:38)
menguatkan bahwa posisi seorang muballigh
sebagai pribadi yang diwariskan padanya
tersirat wasiat para Nabi. Atas semua wasiat inilah tergantung pada dirinya
kewajiban membimbing dan menyampaikan pesan-pesan demi menciptakan suatu
tatanan masyarakat yang berjalan di jalan-Nya, beribadah kepadaNya, dan
mentaati semua perintah-Nya.
Perwujudan dari
semua kategorisasi seorang pembimbing di atas berhaluan penuh kepada transfer
praktis nilai-nilai keagamaan yang dimiliki oleh seseorang yang profesional.
Menciptakan motivasi-motivasi sebagai kontrol dari peranan seorang pembimbing
adalah cara yang baik di dalam menemukan kesuksesan seorang pembimbing terhadap
klien yang dibimbingnya.
J. Implementasi konseptual pada bimbingan karir
Secara kodrati, manusia hidup memerlukan bantuan orang
lain. Bahkan, manusia baru akan "menjadi manusia" ketika berada dalam
lingkungan dan berhubungan dengan manusia. Dengan kata lain, secara kodrati
manusia merupakan makhluk sosial. Tuntutan saling mengenal yang harus dilakukan
antara masing-masing orang sebagai manifestasi interaktif adalah bagian dari
proses bimbingan yang harus dijalankan oleh orang lain kepada saudaranya untuk
bisa menjaga dirinya dari hal-hal yang bersifat negatif atau dorongan untuk
berprilaku secara positif.
Dalam interaksi sosial
karir, karena setiap orang mempunyai bakat, minat, kepentingan dan berbagai
perbedaan individual lainnya, Potensi individu ini, tidak jarang yang
memerlukan untuk penyelarasan berbagai aspek pada pilihan dan kemamtapan karir..
Menyikapi semua dimensi logis ini, dalam kehidupan individu, manusia dituntut
untuk menjalankan realitas kehidupannya dengan baik dan sempurna. Mengenal dan
mengerti potensi dan minat diri adalah bukti utama dari pentingnya bimbingan
karir.
Nilai-nilai Islam
secara normatif harus diwujudkan sebagai bagian dari pranata ke-Islaman.
Bersamaan dengan tuntutan ini Islam juga memberikan corak utama dalam
menentukan sikap seseorang untuk mengantisipasi dan memecahkan setiap persoalan,
termasuk persoalan karir (Madjid, 2000). Ajakan untuk berkomunikasi konseling merupakan
bagian penting dalam membantu karir.
Bimbingan Islami yang
bersasaran pada upaya meningkatkan kemampuan daya tangkal yang bersumber dari
kemantapan iman dan takwa kepada Allah Swt., saat ini dan yang akan datang
benar-benar sangat dibutuhkan. Semakin modern masyarakat, semakin besar
tuntutan hidupnya, dan semakin kompleks pula kehidupan karirnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar