Selasa, 12 Maret 2013

2
Inspirasi Konseling Islami dalam Konseling Karir
 S. Miharja, uin bandung 








Objek kajian






























1. Bimbingan Keagamaan
Bimbingan keagamaan merupakan pekerjaan professional yang lingkupnya boleh jadi terbatas. Hal ini karena SDM yang terlibat dalam bimbingan keagamaan adalah agamawan seperti kiayi, ustadz dan ummat beragama. Ditilik pada pembimbingnya, diperlukan sejumlah kualifikasi kompetensi yang harus dipenuhi oleh para pembimbing karier.
Bimbingan keagamaan pada sektor karier, secara umum menunjuk pada pengkondisian pekerjaan seseorang dalam organisasi kerja. Secara Islami, tentunya konsep organisasi kerja yang dimaksud tidak hanya pada organisasi bisnis semata. Lebih luas karier juga bisa terjadi pada lapangan organisasi social dan keagamaan.  Malahan, bagaimana prestasi karier bisnis, social dan keagaamaan itu terintegrasi  dalam bingkai karier secara normatif sebagai religious calling.
È@è%ur (#qè=yJôã$# uŽz|¡sù ª!$# ö/ä3n=uHxå ¼ã&è!qßuur tbqãZÏB÷sßJø9$#ur ( šcrŠuŽäIyur 4n<Î) ÉOÎ=»tã É=øtóø9$# Íoy»pk¤9$#ur /ä3ã¥Îm7t^ãsù $yJÎ/ ÷LäêZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÉÎÈ  
Katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata,lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (terjemah Al Qur’an, surat 9:105)

Allah swt memposisikan muslim sebagai hamba dan wakil Allah (khalifah) secara bersamaan. Sebagai hamba Allah, muslim wajib dan tunduk patuh pada syariat yang bersifat normatif, bagaimana hukum mengatur pribadi muslim dalam beragama dan berkarya. Syariat normative yang dimaksud adalah Al Qur’an dan Sunnah. Sebagai khalifah fil ardi,  manusia dituntut mempunyai kreativitas untuk senantiasa menggapai kehidupan yang lebih sejahtera. Akal dituntut lebih kreatif untuk mengemban amanah khalifah, sedangkan ketaatan lebih dominan untuk mengemban amanah sebagai abdillah.
øŒÎ)ur tA$s% š/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz (
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi (terjemah Al Qur’an, surat 2:30)

Selama komunikasi bimbingan, suasana konseli bisa merasa senang ataupun sebaliknya tidak senang. Pembimbing karier dituntut mampu menciptakan suasana batin konseli berupa perasaan senang, dan menghindari perasaan sebaliknya. Sadiyah (1997) memberikan gambaran suasana yang harus dikondisikan dan yang harus dihindari selama komunikasi bimbingan keagamaan.
a)      Suasana  Batin yang Tergolong "Perasaan Senang" antara lain: akrab/dekat Antusias, bahagia, merasa bebas, bergairah, bangga hati, bersukacita, merasa cocok, cinta/terpikat,  merasa diakui/diterima, damai/tenteram, tak janggal, kagum,  kerasan/betah, lega, mantap, nyaman, nikmat, optimis, merasa pantas, puas, penuh harapan, penuh harga diri, riang/gembira, rindu/kangen, merasa berterima kasih, merasa santai/rileks, simpati, merasa sabar, terlindung/aman, terhibur, tenang/kalem, terharu,  merasa tertarik, tabah, merasa terpukau/terpana, merasa terpesona, merasa tergugah/terlibat, dan merasa suka.
b)      Suasana yang  harus dihindari oleh pembimbing karier adalah suasana yang tidak menyenangkan, seperti  merasa apatis, antisipasi, merasa asing, benci, bingung,  bengong,  bosan/jenuh/jemu, berat hati,  berkabung,  berdosa/bersalah, curiga, cemburu, canggung,  diabaikan, merasa dihina/terhina, dendam, merasa sebatang kara, kehilangan, kasihan/iba, merasa dingin, terkoyak, gugup/grogi, heran, hambar/hampa, hancur/tercacah, iri, jengkel, jera/kapok, merasa jauh,  khawatir/gelisah,  kecewa/ gagal, kikuk, kesal, kesepian, tertipu , takut/gentar, terhenyak, kecil hati, tak berdaya, malu/jengah,  gusar, malas, merana, muak, ngeri/jijik, pesimis/depresif , tanpa harapan, pasrah, panic, patah hati, panas hati, prihatin, bimbang, risi, minder, sedih/ murung, sakit hati/pedih, segan/enggan, sebel, terancam, terpukul, ada kejanggalan , terbebani, terpaksa, tak tega, tersinggung, tersiksa, tak betah, terganggu, tersayat/pilu, terpojok/ terdesak, tersesat, terkekang, tak sabar, tak berdaya/kalah , tegang, goyah, tersipu-sipu, diasingkan,  dan  merasa duka.

Dalam bimbingan, pembimbing harus membantu konseli untuk berpikir secara terarah (directed thinking). Untuk itu diperlukan serangkaian langkah yang sistematis. Tohirin (2007), mengarahkan pembicaraan antara pembimbing dan konseli mengikuti urutan langkah diskusi tertentu yang pada umumnya adalah sebagai berikut:
(l) menciptakan suasana hubungan antarpribadi; (2) menetapkan lingkup permasalahan yang dihadapi, termasuk berbagai alternatif yang tersedia kalau semua ini sudah diketahui; (3) mengumpulkan dan mengolah berbagai data psikologis dan data sosial yang relevan; (4) menetapkan kemungkinan alternatif yang terbuka, baik yang sudah dikemukakan tadi maupun yang baru jelas pada saat ini (inventarisasi); (5) peninjauan terhadap masing­-masing alternatif atas dasar data psikologis dan data sosial, dengan mempertimbangkan apakah suatu alternatif diinginkan (desirable), dapat dipilih atau mungkin untuk dipilih (possible) dan, kalau dipandang berguna, akan membawa hasil yang diharapkan (probable); (6) memilih satu alternatif yang paling dapat dipertanggungjawabkan dan mengandung risiko gagal paling kecil, atau memilih lebih dari satu alternatif dalam urutan prioritas kalau hal ini dimungkinkan; (7) merencanakan cara mengimplementasikan dan melaksanakan keputusan yang diambil; dipertimbangkan juga apakah ada kemungkinan keputusan itu masih dapat diubah, kalau kemudian hari ternyata timbul hambatan yang tidak dapat diatasi; (8) mengakhiri hubungan bila proses bimbingan sudah selesai.

            Hasil penelitian Pope (1999), menunjukkan pola bimbingan pada masyarakat Asia, khususnya asia tenggara lebih mengarah pada bimbingan kelompok daripada bimbingan individual. Ini dipengaruhi oleh karakteristik masyarakat Asia yang lebih bersifat agamis, sosial, berkelompok, dibanding masyarakat Barat yang cenderung sekuler dan independen.

Berdasarkan uraian diatas dapat dimuat simpulan karakteristik bimbingan keagamaan khususnya yang berhubungan dengan bimbingan di sektor karier antara lain: (1) Karakteristik religius, sikap yang terintegrasi dalam bingkai keagamaan. Membimbing karier didasarkan pada panggilan dakwah, semata-mata mewujudkan keadaan ummat yang damai, sejahtera sesuai prinsif salam (wallahu yad’u ila darussalam). (2) Karakteristik scientific, penguasaan keilmuan tentang karier dan cara membimbingnya (walataqfu ma laisa laka bihi ilm). (3) Karakteristik sosial, kepekaan sosial sehingga tampil secara proaktif mengambil bagian sebagai problem solver (yaj’allahu makhrojaa) atas masalah-masalah kiprah diri ummat, khususnya dalam bidag ekonomi yang ditangani secara perseorangan maupun kelompok.

Bimbingan keagamaan dalam konseling karir
Konseling karir merupakan bagian dari ranah keilmuan di bidang konseling secara umum. Pada banyak bagian konseptual dan skill, konseling karir mengacu pada bimbingan pada umumnya. Termasuk dalam kajian konseling Islami, maka konseling karir pun akan mendapat banyak inspirasi. Berikut ini, kita akan sajikan beberapa hal berkenaan dengan konseling Islami.

Dalam litarur Barat, Peranan agama dan spiritual dalam konseling sudah dipandang sebagai  bagian yang tak bisa dipisahkan. Dalam kurun waktu yang lama telah diperdebatkan dalam kalangan sarjana Barat. Sebagian besar dari mereka menolak kehadiran unsur ini dalam lapangan konseling. Namun, skenario ini sudah berubah, sebagaimana yang dinyatakan oleh Richard dan Bergin (2004): "The alienation that existed antara psychology and religion selama most of 20th century memiliki ended. Hundred of articles on religion and mental health and spirituality and psychotherapy have been published in professional journal. Numerous presentations have been given at professional conferences. Many main stream Publishers have published books on this topic. All of the major mental health organizations now explicitly that religion is on type of diversity that profesional obligated to respect ". Penerimaan aspek spiritual dan agama dalam konseling pada tingkat internasional ini merupakan titik tolak yang penting dalam perkembangan konseling keagamaan, khususnya di Indonesia. Hal ini telah diperkukuh ketika American Psychiatric Association (APA) telah memberikan pengakuan terhadap aspek spiritual dan agama. Tindakan ini telah memberikan dampak ganda terhadap perkembangan konseling keagamaan, khususnya Islam untuk berkembang seluas-luasnya termasuk dalam konseling karir.

B. Urgensi Konseling Islami
Dewasa ini, manusia dilanda berbagai masalah psikologis yang mencakup aspek jasmani, rohani (spiritual), emosi dan pikiran. Hal ini telah menyebabkan kesejahteraan hidup manusia terganggu, Oleh karena itu, terciptalah ruang pendorong bagi manusia untuk bertindak melampaui batas pemikiran yang rasional. Dalam beberapa kasus, tindakan ini bukan saja menyebabkan cedera pada diri sendiri, bahkan terhadap orang lain dalam lingkungan keluarga, kerja dan lingkungan yang lebih luas.
Dalam kontek pada kemapanan kerja, lalu dibangun berbagai pendekatan konseling karir untuk menangani masalah ini. Namun demikian, kemampuan pendekatan-pendekatan ini terlihat seolah-olah tidak efisien berdasarkan peningkatan kasus-kasus yang berkaitan dengan konseling dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat melalui laporan World Health Organisation (WHO) yang menyatakan sekitar 450 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental tertentu seperti depresi, skizofrenia dan gangguan bipolar, tetapi kurang separuh dari mereka menerima penanganan yang diperlukan. Di Indonesia sendiri, seiring dengan dinamika perekonomian masyarakat, penganggguran dan penyebaran lapangan kerja yang tidak merata dapat menjadi masalah tersendiri yang perlu penanganan pembimbing karir.
Realitas ini, mutlak memerlukan penanganan masalah pribadi manusia, dengan pendekatan yang konprehensif, tidak saja menggunakan akal semata namun menghadirkan wahyu ilahi di dalamnya. Dalam pandangan Asmah Bee (2004). "Religion and spiritual practices have been used by mankind as guides for their actions because there are too many unexpected and uncontrolled events and incidents happening today, and these incidents are sometimes phenomenal dan unpredictable."

C. Sejarah Perkembangan Konseling Islam Sepintas Lalu
Perkembangan konseling Islami dapat terdeteksi dalam beberapa bentuk, diantaranya penelitian akademis dan karya ilmiah oleh sarjana lokal, penyelenggaraan seminar, konvensi dan kursus tentang konseling Islam dan peranan yang dimainkan oleh lembaga pemerintah dan organisasi non pemerintah.
Ghazali Basri (1980) telah memicu ide pendekatan konseling Islam dan menyarankan agar filosofi dan tujuan konseling lihat kembali dengan memberikan perhatian pada persoalan untuk menghidupkan jiwa dan nilai-nilai agama berteraskan fitrah manusia (dalam Amaluddin, 2008).
Selanjutnya, Abdul Rahman Salleh (1982) telah melakukan penelitian dengan membuat perbandingan tentang konsep manusia dan kepribadian teori konseling Barat dengan teori pendekatan Islam. Melalui penelitian ini, beliau menyatakan pentingnya konselor Islam memperhatikan soal-soal spiritual manusia, khususnya roh yang tidak bisa dianalisis secara ilmiah. Nor Anisah (1984) telah memulai langkah awal dalam pembentukan teori konseling Islam dengan menjelaskan konsep manusia secara perbandingan antara Barat dengan Islam.
Selanjutnya presentasi dari Dr. Wan Abd Kadir dalam Seminar Nasional dan Konseling telah mempromosikan konseling Islam kepada khalayak ramai. Presentasi beliau menyentuh dan memberikan sifat-sifat utama manusia yang sempurna menurut Maslow (1956) dan mengaitkan sifat-sifat tersebut dengan pandangan al-Ghazali tentang kepribadian manusia yang baik.
Pendirian Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati didasarkan pada jargon “Wahyu memandu ilmu” merupakan usaha ulung untuk mensinergikan ilmu Islam dengan Barat. Melalui misi universitas yang memberdayakan konsep Islamization of knowledge yang dipelopori oleh Professor al-Faruqi sebagaimana yang didefinisikan oleh Imad al-Din Khalil:
"The islamization of knowledge means involvement in intellectual pursuits, by examinations, summarizations, correlation, dan publication, dari perspective of an Islamic outlook on life, man and the universe." (The American Journal of Islamic Sciences, 1995).

Konsep ini melibatkan usaha-usaha intelektual untuk mengkaji dan merumuskan kembali, menghubung dan menyebarluaskan sumber ilmu yang ada dari perspektif Islam tentang kehidupan, manusia dan alam. Hal ini telah mengembangkan beberapa hal terkait seperti filsafat, etika, teori dan konsep. Gerakan ini telah memacu perkembangan konseling Islam.
Terus berkembang, Yatimah dan Mohd Tajuddin (2008) telah menghasilkan buku berbasis penelitian tentang Teori Konseling al-Ghazali. Dalam penelitian ini, mereka telah menjadikan kitab Ihya Ulumuddin sebagai referensi utama untuk mengupas dan mengeksplorasi Teori Konseling al-Ghazali secara mendalam dan komprehensif. Sehubungan dengan itu, mereka merumuskan bahwa pendekatan Teori Konseling al-Ghazali diharapkan akan dapat memperluas lagi pemahaman konselor tentang jiwa dan permasalahan manusia, selanjutnya menjadi satu pendekatan konseling yang dapat membantu konselor Muslim memberikan layanan kepada klien mereka.

D. Konsep dan Model Konseling Islami

Konsep konseling karir Islami tidak hanya mengarahkan manusia pada kehidupan di dunia namun mengarahkan lebih jauh pada kesejahteraan di akherat. Prestasi amaliyah tidak terhenti selama manusia berada di dunia, melainkan bagaimana prestasi amaliyah termasuk karir, berkesinambungan dengan kehidupan di akherat kelak. Karenanya tugas perkembangan karir tidak terhenti sampai manusia pensiun dari kerja. Jauh melampau itu, manusia akan hidup kekal di alam akhirat. Maka konsep karir harus pula diselaraskan dengan konsep khusnul khatimah, selalu mengarahkan diri pada prestasi akhir yang terbaik.

Berkenaan dengan konseling yang mengarahkan pada kehidupan yang panjang dunia hingga akhirat ini, maka diperlukan prinsif-prinsif dasar yang membedakan konseling umumnya dengan konseling dalam Islam. Bimbingan dalam karir diperlukan terutama ketika karir seseorang sedang dilanda kegalauan akibat pemutusan hubungan kerja, tekanan kerja yang berat, atau tak kunjung pula mendapat pekerjaan. Kehidupan seorang manusia adalah pandang dan semua akan menuju ke kehidupan akhirat, maka tidaklah elok bila di dunia dia merusak dirinya dengan perbuatan tercela, seperti tidak pidana ekonomi.

Mengacu pada pendapat Hasan Langgulung (1990), dapat dirunut premis dan beberapa prisip bimbingan Islam yang dapat dikaitkan dengan konseling karir:
1.      Memberikan nasihat itu adalah seruan agama.
2.      Bimbingan dan konseling termasuk amal yang mulia di sisi Allah SWT.
3.      Bimbingan dan konseling adalah layanan psikologis untuk mencari keridaan Allah SWT.
4.      Persiapan layanan konseling itu wajib kepada pemerintah bagi masyarakat Islam.
5.      Setiap orang yang telah baligh dan berakal bertanggung jawab atas setiap perbuatannya, termasuk perencaan dan perwujudan karir.
6.      Tujuan konseling adalah untuk mengembangkan kemauan dan keinginan seseorang untuk mencari sesuatu yang bermanfaat dan meninggalkan sesuatu yang mudarat.
7.      Tujuan bimbingan dan konseling adalah untuk membantu orang mencapai kemaslahatan dan menghindari kerusakan.
8.      Mencari manfaat bimbingan dan konseling adalah wajib bagi setiap Muslim.
9.      Konseling adalah fardhu ain bagi mereka yang ahli atau kemampuan dalam bidang ini.
10.  Memberikan konseling secara sukarela kepada kaum Muslim adalah wajib bagi setiap yang berkesanggupan.
11.  Seorang konselor Muslim memberikan konseling sesuai dengan hukum syariah yang relevan.
12.  Manusia bebas memutuskan dengan dirinya sendiri, termasuk dalam pilihan dan keputusan karir.
13.  Orang tidak bebas memilih jalan maksiat dan kerusakan karena jalan maksiat itu akan menyiksa orang lain secara langsung atau tidak langsung dan menyebabkan tersebarnya keburukan itu yang akan merusak masyarakat. Sedangkan kewajiban menjaga masyarakat dari kerusakan adalah tanggung jawab secara kolektif.
14.  Berpegang teguh pada prinsip memelihara dan mengamalkan sistem masyarakat secara Islami.

E. Azas bimbingan Islami
Konsep bimbingan dan konseling islami, baik yang umum ataupun yang khas di bidang-bidang tertentu dapat dirumuskan dengan rumusan bahwa ''bimbingan Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar dalam kehidupannya senantiasa selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah Swt., sehingga dapat mencapai kebahagian hidup di dunia dan akhirat" (Faqih, 2001 : 61).

Berangkat dari definisi mendasar tentang tujuan utama bimbingan di atas, beberapa asas bimbingan berikut dapat dijadikan pijakan untuk menciptakan pola bimbingan dalam masyarakat yang lebih terarah. Adapun beberapa pijakan tersebut adalah:

1. Asas fitrah
Fitrah merupakan titik tolak utama bimbingan Islami, karena dalam konsep fitrah itu ketauhidan yang alami, natural believe (bawaan sejak lahir sebagai anugerah Allah SWT) menjadi sumber pokok sandaran setiap individu. Ia akan berwujud sebagai naluri alamiah yang terdapat pada kepribadian setiap individu dan ia dapat berubah menjadi sesuatu yang fatal ataupun menguntungkan. Asas ini merupakan salah satu bagian cermin terkuat pada manusia di dalam menjalankan semua aktivitasnya secara vertikal (muamalah ma'Allah) ataupun realitas hubungannya secara horizontal (mu'amalah ma'annas). Merujuk kepada asas fitrah yang dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia sejak asal kejadiannya, membawa potensi yang lurus, dan dipahami oleh para ulama sebagai tauhid (Shihab, 2001 ; 284).

2. Asas kebahagian dunia dan akhirat
Manusia dituntut untuk menghayati fitrahnya. Atas tuntutan inilah ia harus digiring untuk mencapai kebahagian dunia dan akhirat. Bimbingan lslami membantu individu memahami dan menghayati tujuan hidupnya sebagai hamba Allah SWT. la juga wajib mengabdi kepada-­Nya dalam rangka mencapai tujuan akhir sebagai manusia, yaitu mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Kedua asas ini tidak akan berjalan sempurna tanpa dimuculkan sikap sadar dan pengertian setiap orang akan signifikansi perwujudan kedua hal tersebut, hari ini, besok, dan setelah kembali kepada Pencipta sekalipun. Untuk itulah, dalam proses penyampaian bimbingan, seorang pembimbing dituntut semaksimal mungkin memahami unsur-unsur terpenting dan pokok pencapaian setiap individu pada kebahagian dunia dan kebahagiaan akhirat.

3. Asas amal shaleh dan akhlak mulia
Kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat ·akan tercapai ketika manusia dapat membuat pencapaian individulitasnya kepada keterpanggilan untuk beramal shaleh dan berakhlak mulia. Bimbingan keagamaan islami dapat membantu setiap individu melakukan amal shaleh dan berakhlak mulia sesuai dengan ajaran Islam. Dalam memantapkan pengetahuan individu pada proses bimbingan ini seorang pembimbing ataupun penyuluh harus mampu memberikan pemahaman kepada klien akan adanya signifikansi kesadaran dan ketakwaan kepada Allah Swt., sebagai tanda dari representasi amal shaleh dalam diri mereka. Sebagai media sederhana dalam menjelaskan kerangka ini, seorang pembimbing dapat menjelaskan pentingnya bertutur cerita, berbuat baik antarsesama, dan menutup segala keburukan yang dimiliki orang lain (al-Qaasimi al- Dimasyqi, 2004).

4. Asas mauidzatul - hasanah
Bimbingan Islami dilakukan dengan cara yang sebaik­-baiknya serta menggunakan segala macam sumber pendukung secara efektif dan efesien. Dasar pijakan Islami sebagai manifestasi dari kesejahteraan kehidupan harus menjadi topik-topik inti yang akan disampaikan serta ditekankan bagi realitas kehidupan individu dalam keluarga ataupun masyarakat. Setiap individu wajib menyadari bahwa sinergi antara satu individu dengan individu lain memacu kebaikan di antara mereka atau sebaliknya. Perlu ditegaskan di sini akan pentingnya perwujudan asas mauidzatul ­hasanah pada diri seorang pembimbing.atau masyarakat pada umumnya. Nashir Abdullah (2001:10) menjelaskan bahwa komunitas sosial memiliki dampak kuat bagi pembentukan karakteristik masing-masing orang. Kebahagiaan dalam keberhasilan karir memiliki kesinambungan kuat atas kondisi sosial yang mengitari.

5. Asas mujadalatul - ahsan
Bimbingan karir dilakukan dengan cara melakukan dialog antara pembimbing dan yang dibimbing dalam rangka membuka pikiran dan hati pihak yang dibimbing akan ranah karir, sehingga muncul jalan terang akan kebaikan peluang karir serta mau menjalankannya. Kegelisahan-kegelisahan realitas sosial atas penyampaian suatu pendapat yang biasa terjadi di antara peserta yang dibimbing, harus bisa disikapi dengan sempurna serta bijaksana oleh seorang pembimbing. Mereka mempunyai peranan pokok di dalam membuka pintu-pintu kebijaksanaan yang telah ditentukan oleh Allah Swt (Faqih, 2001 : 64 - 65).


F. Metode Pemulihan dan Intervensi dalam Konseling Islam

Menggapai kesempurnaan kaffah  (jalan benar seluruhnya, dan menghindari seluruhnya dari jalan syaithan) adalah pokok penting dalam treatmen pemulihan pada konseling Islami. Dalam hal ini, Abd. Rahman (1992) mencoba menggarisbawahi aplikasi intervensi ini agar konselor dapat membawa dunia klien untuk membangun pemilihan alternatif solusi dengan melibatkan metode-metode berikut:

1.      Metode Pengikatan Keyakinan dan Kepercayaan (Akidah)
Rahasia pekerjaan, rejeki, dan segala kegiatan ekonomi manusia adalah milik Allah SWT. Manusia diwajibkan berdo’a dan berusaha.  Tidak ada ketergantungan yang sejati, kecuali ketergantungan kepada Allah saja. “Katakanlah, Dia (Allah) itu Esa, Allah itu tempat bergantung”. QS Al Ikhlas 1-2). Karenanya, seorang manusia bertauhid akan mendapatkan kemerdekaan sejati, dengan bersandar dan berpengharapan kepada Allah saja. Nikmat keimanan yang dikecap melalui pelaksanaan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya menjadi inti pertahanan seseorang Muslim. Selanjutnya, pengikatan praktek (ibadah) juga merupakan metode yang membawa diri klien agar melaksanakan latihan spiritual ke arah Tazkiyah nafs (penjernihan jiwa) yang selanjutnya akan membawa kepada ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan kepada diri klien.

2. Metode Pengikatan Kemasyarakatan
Meningkatkan pemahaman klien tentang lingkungan berdasarkan akidah dan akhlak Islam. Dalam Islam, hubungan dalam masyarakat yang akrab dan harmonis menjadi tuntutan. Hal ini akan membangun satu sistem dukungan satu sama lain yang berteraskan pepatah 'yang berat sama dipikul ringan sama dijinjing. Karena itu, individu yang bermasalah tidak akan terasa diri mereka dipinggirkan karena akan selalu ada dalam komunitas individu yang akan mengulurkan bantuan.

2. Metode Pencegahan
Metode pencegahan adalah metode yang mencegah individu dari segala hal yang berbahaya dan menyesatkan. Al-Quran dan al-hadis sering memberikan peringatan dan cegahan agar tidak membawa diri individu kepada kehancuran dan kerusakan (Mohd Noor Saper dan Mohd Yunus, 2006). Firman Allah yang artinya: "Janganlah kamu campakkan diri kamu dan keluarga kamu ke dalam kebinasaan". Rentang karir seorang manusia, harus terproteksi dari segala kemungkinan yang membawanya pada arus pelanggaran aqidah dan pidana ekonomi. Cara-cara orang berdo’a dan beriktiar dalam berkarir, jangan sampai tercemari dengan kemusyrikan dan tindak kecurangan.

3. Intervensi Melalui Praktek Penjernihan Jiwa
Menurut Hassan Langgulung (1995) mengungkapkan beberapa praktek ke arah tazkiyah an-nafs seperti berikut: (a) Shalat, (b) Puasa, (c) Zakat, (d) Haji, (e) Membaca al-Quran, (f) Zikir, (g) Bertafakur (berpikir) pada kejadian makhluk ciptaan Allah SWT Mengingat mati, (h) Muraqabah, muhasabah, mujahadah dan muatabah, Jihad, amar makruf dan nahi mungkar, khidmah dan tawaduk, (i) Mengetahui jalan-jalan masuk setan ke dalam jiwa dan mencegahnya, (j) Mengetahui penyaklit-penyakit hati dan menghindarinya. Praktek ke arah penyucian jiwa ini, akan membawa pada diri yang tenang (mutmainnnah), diri yang tenang akan mendapat ridho ilahi dan sekelompok dengan abdi-Nya. Semua orang dalam kriteria akan masuk dalam kebahagian yang sejati. “Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhammu dengan hati yang rida dan diridai-Nya, maka masuklah kedalam golongan hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam surge-Ku.” QS Al Fajar:27-30).


F. Sifat-sifat Konselor Muslim

Pada dasarnya, seseorang konselor Islam harus memiliki dan mengamalkan sifat-sifat terpuji (mahmudah) dan menghindari sifat-sifat buruk (mazmumah). Hal ini sangat penting untuk keberhasilan suatu sesi konseling. Konselor yang berwibawa dan memiliki sahsiah yang anggun, di samping memiliki latar belakang ilmu konseling  yang baik akan mampu memimpin sesi konseling  ke arah tujuan yang dituju. Berdasarkan pertimbangan ini, Mohd Noor Saper (2006) menyarankan sifat-sifat yang harus ada pada konselor:

1. Ikhlas
Firman Allah SWT yang artinya: 'Katakanlah (wahai Muhammad), sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwa Tuhanmu hanyalah satu. Jadi, siapa yang percaya dan berharap akan pertemuan dengan Tuhannya hendaklah ia mengerjakan amal saleh, dan jangan ia mempersekutukan siapa-pun dalam ibadatnya kepada Tuhannya. " (Al-Kahfi: 110). Ikhlas yang dimaksud adalah niat untuk membantu klien semata-mata karena Allah SWT, untuk memenuhi tuntutan agama dan mencari dan Allah SWT semata. Melalui keikhlasan inilah yang membuat segala usaha yang dilakukan menjadi ibadah dan akan. Eh kebaikan kepada konselor dan klien

2. Bertakwa
Firman Allah SWT yang artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan Islam." (Ali-Imran: 102). Dengan takwa manusia takut akan siksaan Allah SWT dengan memperbaiki amalannya, apakah secara pribadi atau secara massal. Perasaan takwa ini bertindak sebagai pengawas yang memastikan bahwa niat, proses intervensi dan bantuan yang dilakukan oleh konselor selama sesi konseling memenuhi kehendak Allah SWT.

3. Perasaan Bertanggung jawab
Firman Allah SWT yang artinya: .. dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan." (An-Nahl: 93). Konselor Muslim harus menyadari dan memahami bahwa setiap niat, perbuatan dan amalnya dalam proses konseling akan dipertanggungjawabkan dalam bentuk imbalan atau balasan dari Allah SWT. Hal ini akan menjadi pendorong dan penguat bagi konselor Muslim untuk memastikan segala layanan dan bantuan yang diberikan adalah yang benar dan terbaik dan mendapat ridha Allah SWT semata.

4. Berilmu Pengetahuan dan Terlatih
Firman Allah SWT yang artinya: "Katakanlah (padanya), apakah sama orang-orang yang mengetahui (berilmu) dengan orang-orang yang tidak berilmu." (Az-Zumar: 9). Islam memandang tinggi pada orang yang berilmu pengetahuan karena mereka dapat membedakan hal yang haq (benar) dan oatil (salah), hal yang halal dan haram, hal yang mendatangkan manfaat dan mudharat, juga hal yang mendatangkan kebaikan di dunia dan di akhirat.

5. Bersopan Santun dan Beradab
Firman Allah SWT yang artinya: Karena rahmat Tuhan, engkau bersikap lemah lembut terhadap mereka, dan kiranya engkau berbudi kasar dan berhati bengis, niscaya mereka akan lari dari sekelilingmu." (Al-Imran: 159). Bersopan santun dan beradab ketika melayani klien merupakan kunci utama untuk menambat hati dan meningkatkan kesiapan klien untuk menjalani sesi konseling. Selain itu, akan menambah keyakinan dan memfasilitasi pembinaan hubungan dalam proses konseling.


G. Etika Konseling

Adawiyah Ismail (2008), merumuskan etika konselor Islam berdasarkan syariah seperti berikut:
1.      Konseling adalah satu amanah. Karena itu, konselor harus menjaga kerahasiaan keaiban klien. Setiap pernyataan terkait hanya bisa dilakukan setelah mendapat persetujuan resmi darinya.
2.      Tidak bisa melakukan konseling di tempat yang bisa menimbulkan syakwasangka atau mendatangkan fitnah.
3.      Konselor pria harus mengadakan sesi dengan klien pria, dan begitu juga dengan konselor perempuan. Dalam hal darurat, klien perempuan bisa mendapat nasihat dari konselor pria tetapi harus disertai oleh seorang konselor perempuan atau mahram klien tersebut.
4.      Sesi konseling harus berdasarkan prinsip-prinsip yang dibenarkan oleh syara.
5.      Menyatakan dengan terus-terangan kepada klien jika konselor tidak mampu untuk membantu klien. Konselor menyarankan seseorang yang lebih senior dan ahli dalam masalah yang dihadapi oleh klien.
6.      Berusaha menghindari kerusakan terlebih dahulu baru kemudian mencari jalan untuk memperbaikinya.
7.      Jika konselor berhadapan dengan dua kemudaratan, ambil kemudaratan yang lebih ringan.
8.      Pemilihan kemudaratan ini memiliki terbatas atau kadarnya, yaitu jika tidak dilakukan pencegahan akan terjadi kerusakan. Pencegahan pula sekadar yang dibutuhkan (berdasarkan prinsip hukum fiqih sesuatu yang disabitkan karena darurat atau hajat ditentukan oleh hukum menurut kebutuhan).
9.      Ketika bertemu antara hal yang halal dengan haram, pemilihan hal yang halal.
10.  Menyatakan kepada klien bahwa manusia hanya mampu berusaha, tetapi ketentuannya datang dari Allah SWT. Karena itu, keputusan harus disertai dengan doa semoga diberkati dan mendapat petunjuk dari Allah SWT.
11.  Menganjurkan kepada klien untuk shalat istikharah jika klien sulit untuk membuat keputusan.
12.  Mendorong klien agar selalu bertobat dan memohon ampunan dari Allah SWT.

H. Tindakan-tindakan dalam keterbatasan konselor

Dalam konteks ini, pendekatan konseling Islam memberi alternatif bagi klien yang tidak berhasil dipulihkan melalui pendekatan konseling yang ada. Karena itu, tanggung jawab dan beban yang terpikul di pundak para konselor Islam (yang menjalankan praktek konseling Islam) adalah sangat berat. Mereka harus mengatasi tantangan ini dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan konseling dan agama Islam. Namun demikian, harapan dan tanggung jawab yang besar ini memiliki batasannya.

1. Mengutamakan Klien (Client-centered)
Firman Allah SWT yang artinya: "Dan mereka juga mengutamakan orang-orang yang berhijrah itu lebih dari diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kondisi kekurangan dan sangat-sangat membutuhkan." (Al-Hasyr: 9). Hal ini mengacu pada kondisi klien yang biasanya datang menemui konselor seperti orang yang sedang sesak di dalam air, apa pun bantuan yang diberikan kepadanya akan diterima tanpa soal demi menyelamatkan nyawanya. Justru, konselor seharusnya mengutamakan usaha membantu mereka sebagai agenda utama. Mudah-mudahan masalah klien segera terlerai dan klien merasa lebih sejahtera.

2. Merujuk Klien Kepada Pakar Lain
Harus dipahami bahwa konselor adalah manusia biasa yang memiliki kelebihan dan kelemahan. Dalam hal ini ada kalanya konselor tidak mampu membantu klien karena kurang keahlian dan ilmu dalam hal tersebut. Karena itu, konselor perlu menyingkirkan egonya sebagai. Koselor serba tahu dengan merujuk kepada konselor lain yang lebih mampu membantu klien. Hal ini sesuai dengan etika konseling yang sangat menekankan pada batas kemampuan konselor dalam membantu klien.


I. Peranan Pembimbing dalam Islam

Peranan seorang pembimbing  adalah sebagai juru penerang dan pemberi petunjuk ke arah kebenaran, juru pengingat (muzakkir), juru penghibur (mubassyir) hati yang duka lara, serta penyampai (muballigh) pesan-pesan wahyu, yang perilaku sehari-harinya mencerminkan contoh teladan yang baik (uswatul hasallah) di tengah umatnya (Gunarsa, 1996 : 28). Lebih lanjut, dapat disimak penjelasan mengenai peran konselor muslim:

1. Sumber penerang dan pemberi petunjuk ke arah kebenaran
Manusia lahir dengan membawa thabict (perwatakan) yang berbeda. Watak tersebut tercakup dalam jiwa setiap individu atau hati sanubari yang dapat mengantarkan untuk sampai pada pengenalan dan pengarahan diri. Sebelum menginjak usia baligh, seorang anak, misalnya, belum bisa membedakan antara keinginan dan kemampuan dalam karirnya. Kehadiran seorang pembimbing merupakan langkah efektif untuk menerangi potensi karir mereka. Motivasi seorang pembimbing sekaligus juru penerang terhadap anak merupakan aspek­-aspek efektif bagi penunjangan pencapaian tugas perkembangan karir.

2. Juru pengingat (mudzakkir)
Masyarakat hidup dalam berbagai lingkungan yang kompleks. Secara alamiah manusia merupakan makhluk yang tidak dapat membantah keberadaannya sebagai makhluk religious, bersosial, berbudaya dan berekonomi. Akan tetapi, dalam perjalanan hidupnya manusia dapat jauh dari hakekatnya tersebut. Bahkan dalam kehidupan berkarir pun kerapkali muncul berbagai masalah yang menimpa dan menyulitkan individu. Timbulnya kenyataan ini memerlukan penanganan bimbingan karir. Mengarahkan masyarakat dan membimbing mereka merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh individu yang lebih berkompetensi di atas pengetahuan yang mereka miliki (Faqih, 2001: 48).

3. Juru penghibur (mubassyir) hati yang duka
Menurut Mujib, struktur kepribadian dalam perspektif Islam adalah fithrah. Sementara itu, struktur fithrah memiliki tiga dimensi kepribadian (1) dimensi fisik yang disebut dengan fithrah jasmani, (2) dimensi psikis yang disebut dengan fithrah rohani, (3) dimensi psikologis yang disebut dengan fithrah nafsani. Ketiga dimensi tersebut memiliki korelasi sangat erat antara yang satu dengan lainnya. Eksistensi ketiganya menjamin keselarasan terhadap yang lainnya. Untukmenghidupkan ketiganya dalam bingkai yang sempuma, maka perlu menjaganya dengan mengetuk hati setiap pelaku atas nilai-nilai hakiki yang telah mereka berikan bagi keberlangsungan semua entitas tersebut (Ramayulis, 2002 : 122). Bagi pembimbing karir, , fluktuasi manusia dalam karir, dalam menjadi pemdamping recovery ataupun pengembangan karir mereka.

4. Muballigh, penyampai pesan-pesan keagamaan secara kaffah.
Kedudukan muballig adalah lebih dari sekedar penyampaian ajaran Islam dalam lingkup ibadah mahdoh (hablum minalloh) secara lengkap dan utuh juga menjadi penyampai ibadah ghoir mahdoh (hablum minannas). Kedudukan mereka juga sebagai penolong yang bertugas membantu memecahkan problem kehidupan melalui berbagai metode, terutama berdasarkan pendekatan keagamaan dan bidang ilmu lainnya yang relevan. Tugas ini dipandang sebagai warisan para nabi yang berfungsi sebagai penunjuk jalan ke arah cahaya yang terang keluar dari kegelapan hidup, termasuk yang berkaitan dengan dunia karir. Arahan kepada jalan yang terang dan pengentasan dari jalan kegelapan merupakan kewajiban baku seorang muballigh bagi segenap klien bimbingannya. Dalam kenyataan inilah Afif Muhammad (1998:38) menguatkan bahwa posisi seorang muballigh sebagai pribadi yang diwariskan padanya tersirat wasiat para Nabi. Atas semua wasiat inilah tergantung pada dirinya kewajiban membimbing dan menyampaikan pesan­-pesan demi menciptakan suatu tatanan masyarakat yang berjalan di jalan-Nya, beribadah kepada­Nya, dan mentaati semua perintah-Nya.
Perwujudan dari semua kategorisasi seorang pembimbing di atas berhaluan penuh kepada transfer praktis nilai-nilai keagamaan yang dimiliki oleh seseorang yang profesional. Menciptakan motivasi­-motivasi sebagai kontrol dari peranan seorang pembimbing adalah cara yang baik di dalam menemukan kesuksesan seorang pembimbing terhadap klien yang dibimbingnya.

J. Implementasi konseptual pada bimbingan karir
Secara kodrati, manusia hidup memerlukan bantuan orang lain. Bahkan, manusia baru akan "menjadi manusia" ketika berada dalam lingkungan dan berhubungan dengan manusia. Dengan kata lain, secara kodrati manusia merupakan makhluk sosial. Tuntutan saling mengenal yang harus dilakukan antara masing-masing orang sebagai manifestasi interaktif adalah bagian dari proses bimbingan yang harus dijalankan oleh orang lain kepada saudaranya untuk bisa menjaga dirinya dari hal-hal yang bersifat negatif atau dorongan untuk berprilaku secara positif.
Dalam interaksi sosial karir, karena setiap orang mempunyai bakat, minat, kepentingan dan berbagai perbedaan individual lainnya, Potensi individu ini, tidak jarang yang memerlukan untuk penyelarasan berbagai aspek pada pilihan dan kemamtapan karir.. Menyikapi semua dimensi logis ini, dalam kehidupan individu, manusia dituntut untuk menjalankan realitas kehidupannya dengan baik dan sempurna. Mengenal dan mengerti potensi dan minat diri adalah bukti utama dari pentingnya bimbingan karir.
Nilai-nilai Islam secara normatif harus diwujudkan sebagai bagian dari pranata ke-Islaman. Bersamaan dengan tuntutan ini Islam juga memberikan corak utama dalam menentukan sikap seseorang untuk mengantisipasi dan memecahkan setiap persoalan, termasuk persoalan karir (Madjid, 2000). Ajakan untuk berkomunikasi konseling merupakan bagian penting dalam membantu karir.
Bimbingan Islami yang bersasaran pada upaya meningkatkan kemampuan daya tangkal yang bersumber dari kemantapan iman dan takwa kepada Allah Swt., saat ini dan yang akan datang benar-benar sangat dibutuhkan. Semakin modern masyarakat, semakin besar tuntutan hidupnya, dan semakin kompleks pula kehidupan karirnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar