a. bentuk RUPS, mata acara RUPS sesuai dengan permohonan pemegang saham, jangka waktu pemanggilan RUPS, kuorum kehadiran, dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS, serta penunjukan ketua rapat, sesuai dengan atau tanpa terikat pada ketentuan undang- undang ini atau anggaran dasar; dan/atau
b. perintah yang mewajibkan Direksi dan/atau Dewan Komisaris untuk hadir dalam RUPS.
(4) Ketua pengadilan negeri menolak permohonan dalam hal pemohon tidak dapat membuktikan secara sumir bahwa persyaratan telah dipenuhi dan pemohon mempunyai kepentingan yang
wajar untuk diselenggarakannya RUPS.
(5) RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh membicarakan mata acara rapat
sebagaimana ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri.
(6) Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
(7) Dalam hal penetapan ketua pengadilan negeri menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), upaya hukum yang dapat diajukan hanya kasasi.
(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi Perseroan Terbuka dengan memperhatikan persyaratan pengumuman akan diadakannya RUPS dan persyaratan lainnya untuk penyelenggaraan RUPS sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan di bidang pasar modal.
Pasal 81
(1) Direksi melakukan pemanggilan kepada pemegang saham sebelum menyelenggarakan
RUPS.
(2) Dalam hal tertentu, pemanggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Dewan Komisaris atau pemegang saham berdasarkan penetapan ketua pengadilan negeri.
Pasal 82
(1) Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum tanggal RUPS diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal pemanggilan dan tanggal RUPS.
(2) Pemanggilan RUPS dilakukan dengan Surat Tercatat dan/atau dengan iklan dalam Surat
Kabar.
(3) Dalam panggilan RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan mata acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor Perseroan sejak tanggal dilakukan pemanggilan RUPS sampai dengan tanggal RUPS diadakan.
(4) Perseroan wajib memberikan salinan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada
pemegang saham secara cuma-cuma jika diminta.
(5) Dalam hal pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2), dan panggilan tidak sesuai dengan ketentuan ayat (3), keputusan RUPS tetap sah jika semua pemegang saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat.
Pasal 83
(1) Bagi Perseroan Terbuka, sebelum pemanggilan RUPS dilakukan wajib didahului dengan pengumuman mengenai akan diadakan pemanggilan RUPS dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan RUPS.
Pasal 84
(1) Setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali anggaran dasar
menentukan lain.
(2) Hak suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a. saham Perseroan yang dikuasai sendiri oleh Perseroan;
b. saham induk Perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara langsung atau tidak langsung; atau
c. saham Perseroan yang dikuasai oleh Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan.
Pasal 85
(1) Pemegang saham, baik sendiri maupun diwakili berdasarkan surat kuasa berhak menghadiri
RUPS dan menggunakan hak suaranya sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pemegang saham dari
saham tanpa hak suara.
(3) Dalam pemungutan suara, suara yang dikeluarkan oleh pemegang saham berlaku untuk
seluruh saham yang dimilikinya dan pemegang saham tidak berhak memberikan kuasa kepada lebih dari seorang kuasa untuk sebagian dari jumlah saham yang dimilikinya dengan suara yang berbeda.
(4) Dalam pemungutan suara, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan yang bersangkutan dilarang bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Dalam hal pemegang saham hadir sendiri dalam RUPS, surat kuasa yang telah diberikan tidak berlaku untuk rapat tersebut.
(6) Ketua rapat berhak menentukan siapa yang berhak hadir dalam RUPS dengan memperhatikan ketentuan undang-undang ini dan anggaran dasar Perseroan.
(7) Terhadap Perseroan Terbuka selain berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dan ayat (6) berlaku juga ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang pasar modal.
Pasal 86
(1) RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah
seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali undang-undang dan/atau anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.
(2) Dalam hal kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan
pemanggilan RUPS kedua.
(3) Dalam pemanggilan RUPS kedua harus disebutkan bahwa RUPS pertama telah
dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum.
(4) RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam RUPS paling sedikit 1/3 (satu pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak
suara hadir atau diwakili, kecuali anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.
(5) Dalam hal kuorum RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak tercapai, Perseroan dapat memohon kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan atas permohonan Perseroan agar ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga.
(6) Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS kedua telah dilangsungkan dan
tidak mencapai kuorum dan RUPS ketiga akan dilangsungkan dengan kuorum yang telah ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri.
(7) Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai kuorum RUPS sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
(8) Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh)
hari sebelum RUPS kedua atau ketiga dilangsungkan.
(9) RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS yang mendahuluinya
dilangsungkan.
Pasal 87
(1) Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
(2) Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak tercapai, keput usan adalah sah jika disetujui lebih dari 1/2 (satu per dua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan kecuali undang- undang dan/atau anggaran dasar menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar.
Pasal 88
(1) RUPS untuk mengubah anggaran dasar dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit
2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
(2) Dalam hal kuorum kehadiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat
diselenggarakan RUPS kedua.
(3) RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika
dalam rapat paling sedikit 3/5 (tiga perlima) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adala h sah jika disetujui paling sedikit
2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar
menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS
yang lebih besar.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) mutatis mutandis berlaku bagi RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengenai kuorum
kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS berlaku juga bagi Perseroan Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang- undangan di bidang pasar modal.
Pasal 89
(1) RUPS untuk menyetujui Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan,
pengajuan permohonan agar Perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pembubaran Perseroan dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit
3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
(2) Dalam hal kuorum kehadiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan RUPS kedua.
(3) RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika
dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) mutatis mutandis berlaku bagi RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengenai kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS berlaku juga bagi Perseroan Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal 90
(1) Setiap penyelenggaraan RUPS, risalah RUPS wajib dibuat dan ditandatangani oleh ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta
RUPS.
(2) Tanda tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disya ratkan apabila risalah RUPS
tersebut dibuat dengan akta notaris.
Pasal 91
Pemegang saham dapat juga mengambil keputusan yang mengikat di luar RUPS dengan syarat semua pemegang saham dengan hak suara menyetujui secara tertulis dengan menandatangani usul ya ng bersangkutan.
BAB VII
DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS
Bagian Kesatu
Direksi
Pasal 92
(1) Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
(2) Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/ atau anggaran dasar.
(3) Direksi Perseroan terdiri atas 1 (satu) orang anggota Direksi atau lebih.
(4) Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana
masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau
Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi.
(5) Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, pembagian tugas dan
wewenang pengurusan di antara anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.
(6) Dalam hal RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak menetapkan, pembagian tugas
dan wewenang anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi.
Pasal 93
(1) Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:
a. dinyatakan pailit;
b. menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah
menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau
c. dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau
yang berkaitan dengan sektor keuangan.
(2) Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi kemungkinan instansi teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
(3) Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuktikan dengan
surat yang disimpan oleh Perseroan.
(1) Anggota Direksi diangkat oleh RUPS.
Pasal 94
(2) Untuk pertama kali pengangkatan anggota Direksi dilakukan oleh pendiri dalam akta
pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b.
(3) Anggota Direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali.
(4) Anggaran dasar mengatur tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota
Direksi dan dapat juga mengatur tentang tata cara pencalonan anggota Direksi.
(5) Keputusan RUPS mengenai pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi
juga menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian tersebut.
(6) Dalam hal RUPS tidak menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan
pemberhentian anggota Direksi, pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota
Direksi tersebut mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS.
(7) Dalam hal terjadi pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi, Direksi wajib memberitahukan perubahan anggota Direksi kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS tersebut.
(8) Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum dilakukan, Menteri
menolak setiap permohonan yang diajukan atau pemberitahuan yang disampaikan kepada
Menteri oleh Direksi yang belum tercatat dalam daftar Perseroan.
(9) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak termasuk pemberitahuan yang disampaikan oleh Direksi baru atas pengangkatan dirinya sendiri.
Pasal 95
(1) Pengangkatan anggota Direksi yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 batal karena hukum sejak saat anggota Direksi lainnya atau Dewan Komisaris mengetahui tidak terpenuhinya persyaratan tersebut.
(2) Dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diketahui, anggota Direksi lainnya atau Dewan Komisaris harus mengumumkan batalnya pengangkatan anggota Direksi yang bersangkutan dalam surat kabar dan memberitahukannya kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan.
(3) Perbuatan hukum yang telah dilakukan untuk dan atas nama Perseroan oleh anggota Direksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum pengangkatannya batal, tetap mengikat dan menjadi tanggung jawab Perseroan.
(4) Perbuatan hukum yang dilakukan untuk dan atas nama Perseroan oleh anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah pengangkatannya batal, adalah tidak sah dan menjadi tanggung jawab pribadi anggota Direksi yang bersangkutan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mengurangi tanggung jawab anggota
Direksi yang bersangkutan terhadap kerugian Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
97 dan Pasal 104.
Pasal 96
(1) Ketentuan tentang besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.
(2) Kewenangan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilimpahkan kepada Dewan
Komisaris.
(3) Dalam hal kewenangan RUPS dilimpahkan kepada Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), besarnya gaji dan tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris.
Pasal 97
(1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
92 ayat (1).
(2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi
dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
(3) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota
Direksi.
(5) Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:
a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
(6) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan.
(7) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak mengurangi hak anggota Direksi lain
dan/atau anggota Dewan Komisaris untuk mengajukan gugatan atas nama Perseroan.
Pasal 98
(1) Direksi mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.
(2) Dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, yang berwenang mewakili
Perseroan adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar.
(2) Kewenangan Direksi untuk mewakili Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, anggaran dasar, atau keputusan RUPS.
(3) Keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar Perseroan.
Pasal 99
(1) Anggota Direksi tidak berwenang mewakili Perseroan apabila:
a. terjadi perkara di pengadilan antara Perseroan dengan anggota Direksi yang bersangkutan; atau
b. anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan.
(2) Dalam hal terdapat keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang berhak mewakili
Perseroan adalah:
a. anggota Direksi lainnya yang tidak mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan;
b. Dewan Komisaris dalam hal seluruh anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan
dengan Perseroan; atau
c. pihak lain yang ditunjuk oleh RUPS dalam hal seluruh anggota Direksi atau Dewan
Komisaris mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan.
(1) Direksi Wajib:
Pasal 100
a. membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS, dan b. risalah rapat Direksi;
c. membuat laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan dokumen keuangan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam undang- undang tentang Dokumen Perusahaan; dan
d. memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan Perseroan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dan dokumen Perseroan lainnya.
(2) Seluruh daftar, risalah, dokumen keuangan Perseroan, dan dokumen Perseroan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan di tempat kedudukan Perseroan.
(3) Atas permohonan tertulis dari pemegang saham, Direksi memberi izin kepada pemegang saham untuk memeriksa daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan laporan tahunan, serta mendapatkan salinan risalah RUPS dan salinan laporan tahunan.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak menutup kemungkinan peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal menentukan lain.
Pasal 101
(1) Anggota Direksi wajib melaporkan kepada Perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota Direksi yang bersangkutan dan/atau keluarganya dalam Perseroan dan Perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus.
(2) Anggota Direksi yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan menimbulkan kerugian bagi Perseroan, bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian
Perseroan tersebut.
Pasal 102
(1) Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk:
a. mengalihkan kekayaan Perseroan; atau
b. menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan;
yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam
1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.
(2) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah transaksi pengalihan kekayaan bersih Perseroan yang terjadi dalam jangka waktu 1 (satu) tahun buku atau jangka waktu yang lebih lama sebagaimana diatur dalam anggaran dasar Perseroan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku terhadap tindakan pengalihan
atau penjaminan kekayaan Perseroan yang dilakukan oleh Direksi sebagai pelaksanaan kegiatan usaha Perseroan sesuai dengan anggaran dasarnya.
(4) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanpa persetujuan RUPS, tetap
mengikat Perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik.
(5) Ketentuan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 mutatis mutandis berlaku bagi keputusan RUPS
untuk menyetujui tindakan Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 103
Direksi dapat memberi kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan Perseroan atau lebih atau
kepada orang lain untuk dan atas nama Perseroan melakukan perbuatan hukum tertentu sebagaimana yang diuraikan dalam surat kuasa.
Pasal 104
(1) Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas Perseroan sendiri kepada
Pengadilan Niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
(2) Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut.
(3) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga bagi anggota Direksi
yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
(4) Anggota Direksi tidak bertanggungjawab atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan:
a. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati- hatian, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) berlaku juga bagi
Direksi dari Perseroan yang dinyatakan pailit berdasarkan gugatan pihak ketiga.
Pasal 105
(1) Anggota Direksi dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS dengan
menyebutkan alasannya.
(2) Keputusan untuk memberhentikan anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS.
(3) Dalam hal keputusan untuk memberhentikan anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan keputusan di luar RUPS sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 91, anggota Direksi yang bersangkutan diberi tahu terlebih dahulu tentang rencana pemberhentian dan diberikan kesempatan untuk membela diri sebelum diambil keputusan pemberhentian.
(4) Pemberian kesempatan untuk membela diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperlukan dalam hal yang bersangkutan tidak berkeberatan atas pemberhentian tersebut.
(5) Pemberhentian anggota Direksi berlaku sejak:
a. ditutupnya RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
b. tanggal keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
c. tanggal lain yang ditetapkan dalam keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat
(1); atau
d. tanggal lain yang ditetapkan dalam keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pasal 106
(1) Anggota Direksi dapat diberhentikan untuk sementara oleh Dewan Komisaris dengan
menyebutkan alasannya.
(2) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada anggota Direksi yang bersangkutan.
(3) Anggota Direksi yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berwenang melakukan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1) dan Pasal 98 ayat (1).
(4) Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pemberhentian sementara harus diselenggarakan RUPS.
(5) Dalam RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) anggota Direksi yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
(6) RUPS mencabut atau menguatkan keputusan pemberhentian sementara tersebut.
(7) Dalam hal RUPS menguatkan keputusan pemberhentian sementara, anggota Direksi yang bersangkutan diberhentikan untuk seterusnya.
(8) Dalam hal jangka waktu 30 (tiga puluh) hari telah lewat RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak diselenggarakan, atau RUPS tidak dapat mengambil keputusan, pemberhentian sementara tersebut menjadi batal.
(9) Bagi Perseroan Terbuka penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (8) berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal 107
Dalam anggaran dasar diatur ketentuan mengenai:
a. tata cara pengunduran diri anggota Direksi;
b. tata cara pengisian jabatan anggota Direksi yang lowong; dan
c. pihak yang berwenang menjalankan pengurusan dan mewakili Perseroan dalam hal seluruh anggota Direksi berhalangan atau diberhentikan untuk sementara.
Bagian Kedua
Dewan Komisaris
Pasal 108
(1) Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi.
(2) Pengawasan dan pemberian nasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
(3) Dewan Komisaris terdiri atas 1 (satu) orang anggota atau lebih.
(4) Dewan Komisaris yang terdiri atas lebih dari 1 (satu) orang anggota merupakan majelis dan setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, melainkan
berdasarkan keputusan Dewan Komisaris.
(5) Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana
masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat atau
Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Dewan Komisaris.
Pasal 109
(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai
Dewan Komisaris wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah.
(2) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ahli syariah atau lebih yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
(3) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah.
Pasal 110
(1) Yang dapat diangkat menjadi anggota Dewan Komisaris adalah orang perseoranga n yang
cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:
a. dinyatakan pailit;
b. menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau
c. dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.
(2) Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi kemungkinan instansi teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuktikan dengan surat yang disimpan oleh Perseroan.
Pasal 111
(1) Anggota Dewan Komisaris diangkat oleh RUPS.
(2) Untuk pertama kali pengangkatan anggota Dewan Komisaris dilakukan oleh pendiri dalam akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b.
(3) Anggota Dewan Komisaris diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali.
(4) Anggaran dasar mengatur tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota
Dewan Komisaris serta dapat juga mengatur tentang pencalonan anggota Dewan Komisaris.
(5) Keputusan RUPS mengenai pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan
Komisaris juga menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian tersebut.
(6) Dalam hal RUPS tidak menentukan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan
pemberhentian anggota Dewan Komisaris, pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS.
(7) Dalam hal terjadi pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris, Direksi wajib memberitahukan perubahan tersebut kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS tersebut.
(8) Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum dilakukan, Menteri
menolak setiap pemberitahuan tentang perubahan susunan Dewan Komisaris selanjutnya yang disampaikan kepada Menteri oleh Direksi.
Pasal 112
(1) Pengangkatan anggota Dewan Komisaris yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) dan ayat (2) batal karena hukum sejak saat anggota
Dewan Komisaris lainnya atau Direksi mengetahui tidak terpenuhinya persyaratan tersebut.
(2) Dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diketahui, Direksi harus
mengumumkan batalnya pengangkatan anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan dalam surat kabar dan memberitahukannya kepada Menteri untuk dicatat dala m daftar Perseroan.
(3) Perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh anggota Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dan atas nama Dewan Komisaris sebelum pengangkatannya batal, tetap mengikat dan menjadi tanggung jawab Perseroan.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mengurangi tanggung jawab anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan terhadap kerugian Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 dan Pasal 115.
Pasal 113
Ketentuan tentang besarnya gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris ditetapkan oleh RUPS.
Pasal 114
(1) Dewan Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan Perseroan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 108 ayat (1).
(2) Setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung
jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1) untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
(3) Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal Dewan Komisaris terdiri atas 2 (dua) anggota Dewan Komisaris atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi
setiap anggota Dewan Komisaris.
(5) Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:
a. telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati- hatian untuk kepentingan
Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
b. tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan
c. telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
(6) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh)
bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat anggota Dewan Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan ke pengadilan negeri.
Pasal 115
(1) Dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh Direksi dan kekayaan Perseroan tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan anggota Direksi atas kewajiban yang belum dilunasi.
(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi anggota Dewan Komisaris yang sudah tidak menjabat 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
(3) Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kepailitan
Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila dapat membuktikan:
a. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan tugas pengawasan dengan itikad baik dan kehati- hatian untuk
kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. tidak mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan oleh Direksi yang mengakibatkan kepailitan; dan
d. telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah terjadinya kepailitan.
Dewan Komisaris wajib:
Pasal 116
a. membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya;
b. melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada
Perseroan tersebut dan Perseroan lain; dan
c. memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS.
Pasal 117
(1) Dalam anggaran dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada Dewan Komisaris
untuk memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan huk um tertentu.
(2) Dalam hal anggaran dasar menetapkan persyaratan pemberian persetujuan atau bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tanpa persetujuan atau bantuan Dewan Komisaris, perbuatan hukum tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lainnya dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik.
Pasal 118
(1) Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Dewan Komisaris dapat melakukan
tindakan pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.
(2) Dewan Komisaris yang dalam keadaan tertentu unt uk jangka waktu tertentu melakukan
tindakan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang, dan kewajiban Direksi terhadap Perseroan dan pihak ketiga.
Pasal 119
Ketentuan mengenai pemberhentian anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105
mutatis mutandis berlaku bagi pemberhentian anggota Dewan Komisaris.
Pasal 120
(1) Anggaran dasar Perseroan dapat mengatur adanya 1 (satu) orang atau lebih Komisaris
Independen dan 1 (satu) orang Komisaris Utusan.
(2) Komisaris independen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat berdasarkan keputusan RUPS dari pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris lainnya.
(3) Komisaris utusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan anggota Dewan
Komisaris yang ditunjuk berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris.
(4) Tugas dan wewenang Komisaris utusan ditetapkan dalam anggaran dasar Perseroan dengan ketentuan tidak bertentangan dengan tugas dan wewenang Dewan Komisaris dan tidak mengurangi tugas pengurusan yang dilakukan Direksi.
Pasal 121
(1) Dalam menjalankan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108, Dewan Komisaris dapat membentuk komite, yang anggotanya seorang atau lebih adalah anggota Dewan Komisaris.
(2) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris.
BAB VIII
PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PENGAMBILALIHAN, DAN PEMISAHAN
Pasal 122
(1) Penggabungan dan Peleburan mengakibatkan Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri berakhir karena hukum.
(2) Berakhirnya Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi tanpa dilakukan likuidasi
terlebih dahulu.
(3) Dalam hal berakhirnya Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
a. aktiva dan pasiva Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima Penggabungan atau Perseroan hasil Peleburan;
b. pemegang saham Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri karena hukum
menjadi pemegang saham Perseroan yang menerima Penggabungan atau Perseroan hasil
Peleburan; dan
c. Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri berakhir karena hukum terhitung sejak tanggal Penggabungan atau Peleburan mulai berlaku.
Pasal 123
(1) Direksi Perseroan yang akan menggabungkan diri dan menerima Penggabungan menyusun
rancangan Penggabungan.
(2) Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang- kurangnya:
a. nama dan tempat kedudukan dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
b. alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan dan
persyaratan Penggabungan;
c. tata cara penilaian dan konversi saham Perseroan yang menggabungkan diri terhadap
saham Perseroan yang menerima Penggabungan;
d. rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan yang menerima Penggabungan apabila ada;
e. laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a yang meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
f. rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan;
g. neraca proforma Perseroan yang menerima Penggabungan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
h. cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan
karyawan Perseroan yang akan melakukan Penggabungan diri;
i. cara penyelesaian hak dan kewajiban Perseroan yang akan menggabungkan diri terhadap pihak ketiga.
j. cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap Penggabungan
Perseroan;
k. nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta gaji, honorarium dan tunjangan bagi anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan yang menerima Penggabungan;
l. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Penggabungan;
m. laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
n. kegiatan utama setiap Perseroan yang melakukan Penggabungan dan perubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang berjalan; dan
o. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan yang
mempengaruhi kegiatan Perseroan yang akan melakukan Penggabungan. (3) Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris dari setiap Perseroan diajukan kepada RUPS masing- masing untuk mendapat persetujuan.
(3) Bagi Perseroan tertentu yang akan melakukan Penggabungan selain berlaku ketentuan dalam
undang-undang ini, perlu mendapat persetujuan terlebih dahulu dari instansi terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) berlaku juga bagi Perseroan Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang- undangan di bidang pasar modal.
Pasal 124
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 mutatis mutandis berlaku bagi Perseroan yang akan meleburkan diri.
Pasal 125
(1) Pengambilalihan dilakukan dengan cara pengambilalihan saham yang telah dikeluarkan
dan/atau akan dikeluarkan oleh Perseroan melalui Direksi Perseroan atau langsung dari pemegang saham.
(2) Pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan.
(3) Pengambilalihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengambilalihan saham yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan tersebut.
(4) Dalam hal Pengambilalihan yang dilakukan oleh badan hukum berbentuk Perseroan, Direksi sebelum melakukan perbuatan hukum pengambilalihan harus berdasarkan keputusan RUPS yang memenuhi kuorum kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.
(5) Dalam hal Pengambilalihan dilakukan melalui Direksi, pihak yang akan mengambil alih
menyampaikan maksudnya untuk melakukan Pengambilalihan kepada Direksi Perseroan yang akan diambil alih.
6) Direksi Perseroan yang akan diambil alih dan Perseroan yang akan mengambil alih dengan persetujuan Dewan Komisaris masing- masing menyusun rancangan Pengambilalihan yang memuat sekurang-kurangnya:
a. nama dan tempat kedudukan dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan
yang akan diambil alih;
b. alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan Direksi
Perseroan yang akan diambil alih;
c. laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a untuk tahun buku terakhir dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih;
d. tata cara penilaian dan konversi saham dari Perseroan yang akan diambil alih terhadap saham penukarnya apabila pembayaran pengambilalihan dilakukan dengan saham;
e. jumlah saham yang akan diambil alih;
f. kesiapan pendanaan;
g. neraca konsolidasi proforma Perseroan yang akan mengambil alih setelah Pengambilalihan yang disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
h. cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap Pengambilalihan;
i. cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan
karyawan dari Perseroan yang akan diambil alih;
j. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengambilalihan, termasuk jangka waktu pemberian kuasa pengalihan saham dari pemegang saham kepada Direksi Perseroan;
k. rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan hasil Pengambilalihan apabila ada.
(7) Dala m hal pengambilalihan saham dilakukan langsung dari pemegang saham, ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) tidak berlaku.
(8) Pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (7) wajib memperhatikan ketentuan anggaran dasar Perseroan yang diambil alih tentang pemindahan hak atas saham
dan perjanjian yang telah dibuat oleh Perseroan dengan pihak lain.
Pasal 126
(1) Perbuatan hukum Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib memperhatikan kepentingan:
a. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;
b. kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan
c. masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.
(2) Pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS mengenai Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
boleh menggunakan haknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62.
(3) Pelaksanaan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghentikan proses
pelaksanaan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisaha n.
Pasal 127
(1) Keputusan RUPS mengenai Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 89.
(2) Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS.
(3) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat juga pemberitahuan bahwa pihak yang berkepentingan dapat memperoleh rancangan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan di kantor Perseroan terhitung sejak tanggal pengumuman sampai tanggal RUPS diselenggarakan.
(4) Kreditor dapat mengajukan keberatan kepada Perseroan dalam jangka waktu paling lambat
14 (empat belas) hari setelah pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengenai Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan sesuai dengan rancangan tersebut.
(5) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kreditor tidak mengajukan keberatan, kreditor dianggap menyetujui Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan.
(6) Dalam hal keberatan kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan tanggal
diselenggarakan RUPS tidak dapat diselesaikan oleh Direksi, keberatan tersebut harus disampaikan dalam RUPS guna mendapat penyelesaian.
(7) Selama penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) belum tercapai, Penggabungan,
Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan tidak dapat dilaksanakan.
(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7)
mutatis mutandis berlaku bagi pengumuman dalam rangka Pengambilalihan saham yang dilakukan langsung dari pemegang saham dalam Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125.
Pasal 128
(1) Rancangan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan yang telah disetujui RUPS dituangkan ke dalam akta Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan yang dibuat di hadapan notaris dalam bahasa Indonesia.
(2) Akta pengambilalihan saham yang dilakukan langsung dari pemegang saham wajib dinyatakan dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia.
(3) Akta peleburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar pembuatan akta pendirian Perseroan hasil Peleburan.
Pasal 129
(1) Salinan akta Penggabungan Perseroan dilampirkan pada:
a. pengajuan permohonan untuk mendapatkan persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1); atau
b. penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan anggaran dasar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3).
(2) Dalam hal Penggabungan Perseroan tidak disertai perubahan anggaran dasar, salinan akta
Penggabungan harus disampaikan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan.
Pasal 130
Salinan akta Peleburan dilampirkan pada pengajuan permohonan untuk mendapatkan keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan hasil Peleburan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4).
Pasal 131
(1) Salinan akta Pengambilalihan Perseroan wajib dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3).
(2) Dalam hal Pengambilalihan saham dilakukan secara langsung dari pemegang saham, salinan akta pemindahan hak atas saham wajib dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan
kepada Menteri tentang perubahan susunan pemegang saham.
Pasal 132
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 30 berlaku juga bagi Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan.
Pasal 133
(1) Direksi Perseroan yang menerima Penggabungan atau Direksi Perseroan hasil Peleburan wajib mengumumkan hasil Penggabungan atau Peleburan dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya Penggabungan atau Peleburan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap Direksi dari Perseroan
yang sahamnya diambil alih.
Pasal 134
Ketentuan lebih lanjut mengenai Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan Perseroan
diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 135
(1) Pemisahan dapat dilakukan dengan cara:
a. Pemisahan murni; atau
b. Pemisahan tidak murni.
(2) Pemisahan murni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengakibatkan seluruh aktiva
dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) Perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan Perseroan yang melakukan pemisahan usaha tersebut berakhir karena hukum.
(3) Pemisahan tidak murni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mengakibatkan sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu) Perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan, dan Perseroan yang melakukan Pemisahan tersebut tetap ada.
Pasal 136
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemisahan diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 137
Dalam hal peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal tidak mengatur lain, ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Bab VIII berlaku juga bagi Perseroan Terbuka.
BAB IX
PEMERIKSAAN TERHADAP PERSEROAN
Pasal 138
(1) Pemeriksaan terhadap Perseroan dapat dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau
keterangan dalam hal terdapat dugaan bahwa:
a. Perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham atau pihak ketiga; atau
b. anggota Direksi atau Dewan Komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan Perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengajukan permohonan secara tertulis beserta alasannya ke pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan oleh:
a. 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh)
bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara;
b. pihak lain yang berdasarkan peraturan perundang- undangan, anggaran dasar Perseroan atau perjanjian dengan Perseroan diberi wewenang untuk mengajukan permohonan
pemeriksaan; atau
c. kejaksaan untuk kepentingan umum.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diajukan setelah pemohon terlebih dahulu meminta data atau keterangan kepada Perseroan dalam RUPS dan Perseroan tidak memberikan data atau keterangan tersebut.
(5) Permohonan untuk mendapatkan data atau keterangan tentang Perseroan atau permohonan pemeriksaan untuk mendapatkan data atau keterangan tersebut harus didasarkan atas alasan yang wajar dan itikad baik.
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) huruf a, dan ayat (4) tidak menutup kemungkinan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal menentukan lain.
Pasal 139
(1) Ketua pengadilan negeri dapat menolak atau mengabulkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138.
(2) Ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menolak permohonan apabila permohonan tersebut tidak didasarkan atas alasan yang wajar dan/atau tidak dilakukan dengan itikad baik.
(3) Dalam hal permohonan dikabulkan, ketua pengadilan negeri mengeluarkan penetapan
pemeriksaan dan mengangkat paling banyak 3 (tiga) orang ahli untuk melakukan pemeriksaan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau keterangan yang diperlukan.
(4) Setiap anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, karyawan Perseroan, konsultan, dan
akuntan publik yang telah ditunjuk oleh Perseroan tidak dapat diangkat sebagai ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berhak memeriksa semua dokumen dan kekayaan
Perseroan yang dianggap perlu oleh ahli tersebut untuk diketahui.
(6) Setiap anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan semua karyawan Perseroan wajib
memberikan segala keterangan yang diperlukan untuk pelaksanaan pemeriksaan.
(7) Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib merahasiakan hasil pemeriksaan yang telah
dilakukan.
Pasal 140
(1) Laporan hasil pemeriksaan disampaikan oleh ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 kepada ketua pengadilan negeri dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam penetapan pengadilan untuk pemeriksaan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal pengangkatan ahli tersebut.
(2) Ketua pengadilan negeri memberikan salinan laporan hasil pemeriksaan kepada pemohon
dan Perseroan yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal laporan hasil pemeriksaan diterima.
Pasal 141
(1) Dalam hal permohonan untuk melakukan pemeriksaan dikabulkan, ketua pengadilan negeri
menentukan jumlah maksimum biaya pemeriksaan.
(2) Biaya pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar oleh Perseroan.
(3) Ketua pengadilan negeri atas permohonan Perseroan dapat membebankan penggantian seluruh atau sebagian biaya pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada pemohon, anggota Direksi, dan/atau anggota Dewan Komisaris.
BAB X PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN
BERAKHIRNYA STATUS BADAN HUKUM PERSEROAN
(1) Pembub aran Perseroan terjadi:
a. berdasarkan keputusan RUPS;
Pasal 142
b. karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir;
c. berdasarkan penetapan pengadilan;
d. dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan;
e. karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang; atau
f. karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan
likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal terjadi pembubaran Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau kurator; dan
b. Perseroan tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali diperlukan untuk membereskan semua urusan Perseroan dalam rangka likuidasi.
(3) Dalam hal pembubaran terjadi berdasarkan keputusan RUPS, jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir atau dengan dicabutnya kepailitan
berdasarkan keputusan pengadilan niaga dan RUPS tidak menunjuk likuidator, Direksi bertindak selaku likuidator.
(4) Dalam hal pembubaran Perseroan terjadi dengan dicabutnya kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, pengadilan niaga sekaligus memutuskan pemberhentian kurator dengan memperhatikan ketentuan dalam undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
(5) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilanggar, anggota
Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan Perseroan bertanggung jawab secara tanggung renteng.
(6) Ketentuan mengenai pengangkatan, pemberhentian sementara, pemberhentian, wewenang, kewajiban, tanggung jawab, dan pengawasan terhadap Direksi mutatis mutandis berlaku bagi likuidator.
Pasal 143
(1) Pembubaran Perseroan tidak mengakibatkan Perseroan kehilangan status badan hukum sampai dengan selesainya likuidasi dan pertanggungjawaban likuidator diterima oleh RUPS atau pengadilan.
(2) Sejak saat pembubaran pada setiap surat keluar Perseroan dicantumkan kata “dalam likuidasi” di belakang nama Perseroan.
Pasal 144
(1) Direksi, Dewan Komisaris atau 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling
sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, dapat mengajukan usul pembubaran Perseroan kepada RUPS.
(2) Keputusan RUPS tentang pembubaran Perseroan sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dala m Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 89.
(3) Pembubaran Perseroan dimulai sejak saat yang ditetapkan dalam keputusan RUPS.
Pasal 145
(1) Pembubaran Perseroan terjadi karena hukum apabila jangka waktu berdirinya Perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir.
(2) Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah jangka waktu berdirinya
Perseroan berakhir RUPS menetapkan penunjukan likuidator.
(3) Direksi tidak boleh melakukan perbuatan hukum baru atas nama Perseroan setelah jangka
waktu berdirinya Perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir.
Pasal 146
(1) Pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan atas:
a. permohonan kejaksaan berdasarkan alasan Perseroan melanggar kepentingan umum atau
Perseroan melakukan perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan;
b. permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam akta pendirian;
c. permohonan pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris berdasarkan alasan
Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan.
(2) Dalam penetapan pengadilan ditetapkan juga penunjukan likuidator.
Pasal 147
(1) Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembubaran
Perseroan, likuidator wajib memberitahukan:
a. kepada semua kreditor mengenai pembubaran Perseroan dengan cara mengumumkan pembubaran Perseroan dalam surat kabar dan Berita Negara Republik Indonesia; dan
b. pembubaran Perseroan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan bahwa
Perseroan dalam likuidasi.
(2) Pemberitahuan kepada kreditor dalam surat kabar dan Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memuat:
a. pembubaran Perseroan dan dasar hukumnya;
b. nama dan alamat likuidator;
c. tata cara pengajuan tagihan; dan d. jangka waktu pengajuan tagihan.
(3) Jangka waktu pengajuan tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d adalah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Pemberitahuan kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib dilengkapi dengan bukti:
a. dasar hukum pembubaran Perseroan; dan
b. pemberitahuan kepada kreditor dalam surat kabar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a.
Pasal 148
(1) Dalam hal pemberitahuan kepada kreditor dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
147 belum dilakukan, pembubaran Perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga.
(2) Dalam hal likuidator lalai melakukan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
likuidator secara tanggung renteng dengan Perseroan bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pihak ketiga.
Pasal 149
(1) Kewajiban likuidator dalam melakukan pemberesan harta kekayaan Perseroan dalam proses
likuidasi meliputi pelaksanaan:
a. pencatatan dan pengumpulan kekayaan dan utang Perseroan;
b. pengumuman dalam surat kabar dan Berita Negara Republik Indonesia mengenai rencana
pembagian kekayaan hasil likuidasi;
c. pembayaran kepada para kreditor;
d. pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham; dan
e. tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan.
(2) Dalam hal likuidator memperkirakan bahwa utang Perseroan lebih besar daripada kekayaan
Perseroan, likuidator wajib mengajukan permohonan pailit Perseroan, kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain, dan semua kreditor yang diketahui identitas dan alamatnya, menyetujui pemberesan dilakukan di luar kepailitan.
(3) Kreditor dapat mengajukan keberatan atas rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam) puluh hari terhitung sejak tanggal pengumuman
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
(4) Dalam hal pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak oleh likuidator,
kreditor dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lambat
60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal penolakan.
Pasal 150
(1) Kreditor yang mengajukan tagihan sesuai dengan jangka waktu sebaga imana dimaksud
dalam Pasal 147 ayat (3), dan kemudian ditolak oleh likuidator dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal penolakan.
(2) Kreditor yang belum mengajukan tagihannya dapat mengajukan melalui pengadilan negeri dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak pembubaran Perseroan diumumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ayat (1).
(3) Tagihan yang diajukan kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dalam hal terdapat sisa kekayaan hasil likuidasi yang diperuntukkan bagi pemegang saham.
(4) Dalam hal sisa kekayaan hasil likuidasi telah dibagikan kepada pemegang saham dan terdapat tagihan kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengadilan negeri memerintahkan likuidator untuk menarik kembali sisa kekayaan hasil likuidasi yang telah dibagikan kepada pemegang saham.
(5) Pemegang saham wajib mengembalikan sisa kekayaan hasil likuidasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) secara proporsional dengan jumlah yang diterima terhadap jumlah tagihan.
Pasal 151
(1) Dalam hal likuidator tidak dapat melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 149, atas permohonan pihak yang berkepentingan atau atas permohonan kejaksaan, ketua pengadilan negeri dapat mengangkat likuidator baru dan memberhentikan likuidator lama.
(2) Pemberhentian likuidator sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah yang bersangkutan dipanggil untuk didengar keterangannya.
Pasal 152
(1) Likuidator bertanggung jawab kepada RUPS atau pengadilan yang mengangkatnya atas likuidasi Perseroan yang dilakukan.
(2) Kurator bertanggung jawab kepada hakim pengawas atas likuidasi Perseroan yang dilakukan.
(3) Likuidator wajib memberitahukan kepada Menteri dan mengumumkan hasil akhir proses likuidasi dalam surat kabar setelah RUPS memberikan pelunasan dan pembebasan kepada likuidator atau setelah pengadilan menerima pertanggungjawaban likuidator yang ditunjuknya.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku juga bagi kurator yang
pertanggungjawabannya telah diterima oleh hakim pengawas.
(5) Menteri mencatat berakhirnya status badan hukum Perseroan dan menghapus nama
Perseroan dari daftar Perseroan, setelah ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dipenuhi.
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku juga bagi berakhirnya status badan
hukum Perseroan karena Penggabungan, Peleburan, atau Pemisahan.
(7) Pemberitahuan dan pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)
dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pertanggungjawaban likuidator atau kurator diterima oleh RUPS, pengadilan atau hakim pengawas.
(8) Menteri mengumumkan berakhirnya status badan hukum Perseroan dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
BAB XI BIAYA
Ketentuan mengenai biaya untuk:
Pasal 153
a. memperoleh persetujuan pemakaian nama Perseroan;
b. memperoleh keputusan pengesahan badan hukum Perseroan;
c. memperoleh keputusan persetujuan perubahan anggaran dasar;
d. memperoleh informasi tentang data Perseroan dalam daftar Perseroan;
e. pengumuman yang diwajibkan dalam undang-undang ini dalam Berita Negara Republik
Indonesia dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia; dan
f. memperoleh salinan keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan atau
persetujuan perubahan anggaran dasar Perseroan diatur dengan peraturan pemerintah.
BAB XII KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 154
(1) Bagi Perseroan Terbuka berlaku ketentuan undang-undang ini jika tidak diatur lain dalam
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
(2) Peraturan perundang- undangan di bidang pasar modal yang mengecualikan ketentuan undang-undang ini tidak boleh bertentangan dengan asas hukum Perseroan dalam undang-
undang ini.
Pasal 155
Ketentuan mengenai tanggung jawab Direksi dan/atau Dewan Komisaris atas kesalahan dan
kelalaiannya yang diatur dalam undang-undang ini tidak mengurangi ketentuan yang diatur dalam undang- undang tentang Hukum Pidana.
Pasal 156
(1) Dalam rangka pelaksanaan dan perkembangan undang-undang ini dibentuk tim ahli
pemantauan hukum Perseroan.
(2) Keanggotaan tim sebaga imana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur:
a. pemerintah;
b. pakar/akademisi;
c. profesi; dan
d. dunia usaha.
(3) Tim ahli berwenang mengkaji akta pendirian dan perubahan anggaran dasar yang diperoleh
atas inisiatif sendiri dari tim atau atas permintaan pihak yang berkepentingan, serta memberikan pendapat atas hasil kajian tersebut kepada Menteri.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan, susunan organisasi dan tata kerja tim ahli
diatur dengan peraturan menteri.
BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 157
(1) Anggaran dasar dari Perseroan yang telah memperoleh status badan hukum dan perubahan
anggaran dasar yang telah disetujui atau dilaporkan kepada Menteri dan didaftarkan dalam daftar perusahaan sebelum undang- undang ini berlaku tetap berlaku jika tidak bertentangan dengan undang- undang ini.
(2) Anggaran dasar dari Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum atau anggaran dasar yang perubahannya belum disetujui atau dilaporkan kepada Menteri pada saat undang- undang ini mulai berlaku, wajib disesuaikan dengan undang-undang ini.
(3) Perseroan yang telah memperoleh status badan hukum berdasarkan peraturan perundang- undangan, dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya undang- undang ini wajib
menyesuaikan anggaran dasarnya dengan ketentuan undang-undang ini.
(4) Perseroan yang tidak menyesuaikan anggaran dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dapat dibubarkan berdasarkan putusan pengadilan negeri atas permohonan kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.
Pasal 158
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dalam jangka waktu 1 (satu) tahun harus menyesuaikan dengan ketentuan undang-undang ini.
BAB XIV KETENTUAN PENUTUP
Pasal 159
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan undang- undang ini.
Pasal 160
Pada saat undang- undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 161
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang- undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 16 Agustus 2007 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Agustus 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 106
Tidak ada komentar:
Posting Komentar