S. Miharja, uin bandung
Objek kajian
A. Bimbingan Karir Bermula dari Bimbingan Jabatan
Istilah bimbingan karir bermula dari Isitilah vocational guidance. Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh Frank Pearson pada tahun 1908 ketika ia berhasil membentuk suatu lembaga yang bertujuan untuk membantu anak-anak muda dalam memperoleh pekerjaan. Pada awalnya penggunaan istilah vocational guidance lebih merujuk pada usaha membantu individu dalam memilih dan mempersiapkan suatu pekerjaan, termasuk didalamnya berupaya mempersiapkan kemampuan yang diperlukan untuk memasuki suatu pekerjaan.
Konsep
bimbingan yang bermula di Amerika Serikat ini dilatari oleh berbagai kondisi
obyektif pada waktu itu, diantaranya : (1) keadaan ekonomi; (2) keadaan sosial,
seperti urbanisasi; (3) kondisi ideologis, seperti adanya kegelisahan untuk
membentuk kembali dan menyebarkan pemikiran tentang kemampuan seseorang dalam
rangka meningkatkan kemampuan diri dan statusnya; dan (4) perkembangan ilmu (scientific), khususnya
dalam bidang ilmu psiko-fisik dan psikologi eksperimantal, Atas desakan kondisi
tersebut, maka muncullah gerakan vocational guidance yang kemudian
tersebar ke seluruh Negara, termasuk ke Indonesia.
Pada tahun
1951, para ahli mengadakan perubahan pendekatan dari model okupasional (occupational) ke model karir
(career). Kedua model
ini memiliki perbedaan yang cukup mendasar, terutama dalam landasan individu
untuk memilih jabatan. Pada model okupasional lebih menekankan pada kesesuaian
antara bakat dengan tuntutan dan persyaratan pekerjaan. Sedangkan pada model karir,
tidak hanya sekedar memberikan penekanan tentang pilihan pekerjaan, namun
mencoba pula menghubungkannya dengan konsep perkembangan dan tujuan-tujuan yang
lebih jauh sehingga nilai-nilai pribadi, konsep diri, rencana-rencana pribadi
dan semacamnya mulai turut dipertimbangkan.
Bimbingan karir
tidak hanya sekedar memberikan respon kepada masalah-masalah yang muncul, akan
tetapi juga membantu memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang
diperlukan dalam pekerjaan. Penggunaan istilah karir didalamnya terkandung
makna pekerjaan dan jabatan sekaligus rangkaian kegiatan dalam mencapai tujuan
hidup seseorang. Hattari (1983) menyebutkan bahwa istilah bimbingan karir
mengandung konsep yang lebih luas. Bimbingan jabatan menekankan pada keputusan
yang menentukan pekerjaan tertentu sedangkan bimbingan karir menitikberatkan
pada perencanaan kehidupan seseorang dengan mempertimbangkan keadaan dirinya
dengan lingkungannya agar ia memperoleh pandangan yang lebih luas tentang
pengaruh dari segala peranan positif yang layak dilaksanakannya dalam
masyarakat.
B. Bimbingan Karir pada Persekolahan di Indonesia
Di Indonesia
sendiri program ini masuk dan diadopsi oleh lembaga pendidikan pada tahun 1950,
yang kemudian terwadahi dalam layanan bimbingan dan penyuluhan, yang kini
disebut bimbingan dan konseling. Ini diawali dari kebutuhan penjurusan peserta
didik pada jenjang pendidikan menengah atas.
Selanjutnya,
pada tahun 1984 bersamaan dengan diberlakukannya Kurikulum 1984, bimbingan karir
cukup terasa mendominasi dalam layanan bimbingan dan penyuluhan, dan pada tahun
1994, bersamaan dengan perubahan nama bimbingan penyuluhan menjadi bimbingan dan
konseling, bimbingan karir ditempatkan sebagai salah bidang bimbingan.
Sampai dengan
sekarang ini bimbingan karir tetap masih merupakan salah satu bidang bimbingan,
yang diintergrasikan dalam konsteks Kecakapan Hidup (Life Skill). Beberapa
penjabaran materi bidang bimbingan karir pada jalur pendidikan formal diarahkan
pada : (1) Pemantapan pemahaman diri berkenaan dengan kecenderungan karir yang
hendak dikembangkan; (2) Pemantapan orientasi dan informasi karir pada umumnya
dan karir yang hendak dikembangkan pada khususnya; (3) Orientasi dan informasi
terhadap dunia kerja dan usaha memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
dan tuntutan hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; (4)
Pengenalan berbagai lapangan kerja yang dapat dimasuki; (5) Orientasi dan
informasi terhadap pendidikan tambahan dan pendidikan yang lebih tinggi,
khususnya sesuai dengan karir yang hendak dikembangkan.
C. Bimbingan Karir Di Perguruan Tinggi
Program bimbingan karir di lingkungan perguruan
tinggi memiliki sejarah yang cukup panjang. Pada fase awal, pengajaran atau
pelatihan yang berkaitan dengan karir atau pekerjaan telah menjadi subjek
pembicaraan pada perkuliahan umum yang kemudian juga diikuti oleh bahasan
mengenai kesehatan, moral, sikap, dan berbagai topic tentang kehidupan
lainnya. Maverick (1926) seperti
dikutip dari Folsom dan Reardon (2001) mengemukakan bahwa terdapat pengajaran
tentang bimbingan kejuruan pada pelatihan peserta didik baru di awal tahun 1911. Pada tahun 1921,
pelatihan bimbingan karir ditawarkan pada mahasiswi di Coulumbia University
dengan judul “Professional Occupation:
Their Scope, Functions, and Newer developments”.
Pada umumnya, pelatihan bimbingan karir
bermunculan karena tuntutan jaman. Semakin majunya dunia kerja memaksa lembaga
pendidikan tinggi untuk dapat lebih menyiapkan para alumninya agar memilki
kualitas dan persiapan yang matang untuk memasuki kompetisi di dunia kerja
tersebut.
Dalam Maverick (1926), pelatihan
bimbingan yang berkaitan dengan karir telah ditemukan dan digunakan di kalangan
perguruan tinggi sejak awal tahun 1900an. Reardon dan Byron (2001) telah
menemukan lebih dari 80 artikel yang membahas tentang pelatihan bimbingan karir
ini, tersebar di berbagai universitas di Amerika. Lebih lanjut lagi, Hoppock
(1932) telah menyusun katalog yang berisi tentang gambaran-gambaran 18
pelatihan bimbingan karir di univeristas pada awal tahun 1930an. Pelatihan
bimbingan karir tersebut ditawarkan di berbagai jurusan dan level pendidikan
tinggi.
Carter dan Hoppock (1961) seperti
dikutip dari Folsom dan Reardon (2001) berpendapat bahwa orang yang pertama
kali mengembangkan pelatihan bimbingan karir adalah Edgar J. Wiley pada tahun
1923. Meskipun begitu, Borrow (1960) disebut-sebut sebagai orang pertama yang
memaparkan pelatihan bimbingan karir secara komperehensif. Pelatihan bimbingan
karir yang dikembangkan oelh Borrow disebut ‘Vocational
Planning’ dan ditawarkan di perkuliahan umum Universitas Minnesota pada
tahun 1932. Untuk selanjutnya, Borrow dan Lindsey (1959) menulis buku pelatihan
bimbingan karir ‘Vocational Planning for
College Students’ yang diterbitkan oleh Prentice-Hall.
Pada tahun 1974, Devlin mengadakan
riset untuk meneliti pelatihan bimbingan karir di level universitas. Hasil dari
riset tersebut menyatakan bahwa 75 universitas menawarkan pelatihan bimbingan
karir pada peserta didik nya dan 123 lainnya berencana untuk
mengadakan pelatihan bimbingan karir untuk para peserta didik nya.
Devlin juga menyimpulkan bahwa terdapat tiga poin penting yang ditekankan dalam
pelatihan bimbingan karir tersebut yaitu, faktor dalam memilih karir, informasi
karir, dan teknik mencari pekerjaan.
Ripley (1975) berpendapat bahwa bermunculannya pelatihan
bimbingan-pelatihan bimbingan karir terkait dengan permasalahan terbatasnya
penyerapan tenaga kerja sehingga dibutuhkan kesiapan yang matang untuk memasuki
dunia kerja. Meskipun begitu, Goldstein (1977) mengatakan bahwa tidak semua
universitas menerima program pelatihan bimbingan karir ini dengan baik,
beberapa diantaranya menolak program ini dan menganggap bahwa program pelatihan
bimbingan karir ini tidak sesuai dengan tujuan akademis universitas atau tidak
menunjang kemajuan akademis. Universitas yang menolak program pelatihan
bimbingan karir ini seringkali menyebutnya dengan sebutan ‘creeping vocationalism’.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh
Reardon, Zunker, dan Dyal pada tahun 1979. Mereka meneliti 458 universitas di
berbagai daerah di Amerika untuk mempelajari lebih lanjut tentang peran dan
fungsi pelayanan pelatihan bimbingan karir.
Dari 299 responden, 29 percent (87) menyatakan bahwa program pelatihan
bimbingan karir tersedia di kampus mereka dan 33 percent mengatakan bahwa
program pelatihan bimbingan karir telah dipelajari sebelumnya di sekolah
mereka. Dalam hal ini, ketiga peneliti diatas menyimpulkan bahwa disamping
keraguan Goldstein akan penerimaan universitas terhadap program pelatihan
bimbingan karir, terdapat respon postitif dari para pelaku pendidikan di
universitas. Dalam penelitian yang lebih luas, Haney dan Jowland (1978)
menemukan bukti penyebaran pertumbuhan pelatihan bimbingan karir pada tahun
1970an. Penelitian ini melibatkan 2400 universitas yang memiliki program 2
tahun atau 4 tahun. Dari semua responden tersebut, 38 persen (353) dilaporkan
memiliki pelatihan bimbingan karir dalam satuan kredit semesternya.
Dua orang peneliti, Mead dan Korschgen,
meneliti secara random dua universitas dari setiap negara bagian (ada sekitar
50 negara bagian yang diteliti) untuk mempelajari bagaimana pelatihan bimbingan
karir diterapkan di universitas tersebut. Hasil dari penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa terdapat 62% yang menawarkan pelatihan bimbingan karir pada
mata kuliahnya. Pelatihan bimbingan karir tersebut meliputi tiga bagian umum
pelatihan yaitu pembuatan keputusan karir, persiapan pencarian kerja dan
persiapan penjurusan disiplin ilmu.
Folsom dan Reardon (2001) menjelaskan
bahwa dalam survey nasional terbaru di Amerika, Collin (1998) melakukan survey
pada tahun 1997 terhadap 1.688 peserta didik yang tergabung dalam National Association of Colleges and Employers. Collin menemukan
30% diantaranya memiliki satuan kredit
dalam pelatihan bimbingan karir. Pelatihan bimbingan karir ini telah ditawarkan
sejak tahun 1981. Dua peneliti lainnya, Halasz dan Kempton (2000), seperti
dikutip Folsom dan Reardon (2001) menemukan bahwa 70% atau 28 dari 40
universitas yang diteliti menawarkan program pelatihan bimbingan karir sebagai
salah satu mata kuliahnya.
Apakah pelatihan bimbingan karir
ditawarkan di semua jurusan? Dalam sebuah penelitian tentang pelatihan
bimbingan karir yang memfokuskan diri pada jurusan tertentu, Montana (1989)
menemukan bahwa dari seluruh jurusan bisnis yang terdapat di
universitas-universitas Amerika, 64% diantaranya (120 universitas) memiliki
program pelatihan yang berkaitan dengan perencanaan karir. Selain itu, Heppner dan Krause (1979)
menemukan bahwa program pelatihan bimbingan karir memiliki 2 satuan kredit semester
di University of Nebraska-Linclon (UNL). Pengembangan terhadapa program
bimmbingan karir ini terus berlanjut tiap tahunnya, prosedurnya pun masih
bersifat flexible karena dipengaruhi oleh kedinamisan dunia kerja.
Selama bertahun-tahun, metode yang
diterapkan dalam pelatihan bimbingan karir ini selalu berkembang. Banyak dari
para ahli telah menjelaskan dan menyumbangkan strategi atau metode untuk
mengembangkan program pelatihan bimbingan karir, tentunya suapaya program ini
lebih efektif dan tidak sia-sia. Program pelatihan bimbingan karir ini memiliki
berbagi macam metode. Metode tersebut bisa saja dengan bentuk kelompok kecil,
kelompok besar, ataupun secara individual. Semua metode ini bisa diterapkan
sesuai kebutuhan pada masing-masing kelas. Disamping metode pelaksanaan
bimbingan karir, faktor yang mempengaruhi individual dalam keputusan karirnya
pun bisa bermacam-macam. Dalam salah satu penelitian yang dilakukan oleh
Bradley dan Mims (1992) menyimpulkan bahwa tradisi keluarga di setiap individu
dan peran individu dalam keluarga dapat mempengaruhi seseorang dalam pembuatan
keputusan yang berkaitan dengan karir. Individu yang memiliki peran sebagai
anak pertama umumnya akan memiliki rasa tanggung jawab yang lebih besar
terhadap keluarganya, atau ia memang dituntut untuk menafkahi keluarga sehingga
karir apapun bisa saja diambil meskipun tidak sesuai dengan keinginnannya.
Individu yang tidak memiliki atau tidak dituntut untuk memiliki tanggung jawab
terhadap keluarganya akan memiliki keleluasaan untuk memutuskan masa depan
karirnya. Namun, hal ini tidak mutlak karena semua kembali lagi ke tradisi
keluarga di setiap individu dan individu itu sendiri.
Penelitian yang dilakukan Swain pada
tahun 1984 menemukan bahwa program bimbingan karir ditawarkan dan dikembangkan
pada peserta didik di Universitas Illnois. Program ini memakai
model ‘Ed Psych 250 Career Development
Theory and Practice’ dan memiliki 3 satuan kredit semester, diterapkan di
jurusan Psikologi Pendidikan , Fakultas Pendidikan. Model bimbingan karir ini
juga terdapat di bagian Career
Development and Placement Center, dan Division
of Counseling Psychology. Mata
kuliah ini terbuka untuk semua peserta didik tingkat berapapun, diajarkan oleh peserta didik pasca-sarjana dan diawasi oleh anggota
fakultas. Pertemuan perkuliahan untuk program ini 5 sampai 10 kali pertemuan
per semester.
Pada tahun 1995, Brooks melakukan studi
kasus terhadap dua pelatihan bimbingan karir di jurusan bisnis North Carolina
State University. Brooks menemukan bahwa peserta didik yang mengikuti program bimbingan karir ini
cenderung untuk memulai rencana karir mereka lebih awal, mengembangkan
kesadaran diri yang lebih baik, memahami kenyataan dari dunia kerja, dan
menuliskan resume mereka bahkan sebelum mereka menyelesaikan kuliahnya. Adanya
program bimbingan karir ini berdampak positif bagi peserta didik yang mengikutinya.
Beberapa peneliti yang melakukan
penelitian meta analisis terhadap pengaruh atau hasil dari pelatihan bimbingan
karir adalah Spokane, Oliver, Hardesty, Whiston, Sexton, Lasoff, Whiston,
Brown, dan Krane. Penelitian meta analisis pertama dilaporkan oleh Spokane dan
Oliver (1983). Mereka menemukan bahwa
pelatihan bimbingan karir yang dilakukan dengan metode kelas atau kelompok
lebih efektif jika disbandingkan dengan menggunakan metode pendekatan secara
individual. Lebih lanjut lagi, pada tahun 1988, mereka menemukan bahwa model
kelas pada bimbingan karir memberikan pengaruh paling besar diantara berbagai
macam model bimbingan karir lainnya. Model kelas pada bimbingan karir tentunya
melibatkan banyak peserta dan memerlukan waktu yang tidak sedikit pula, karena
itulah menurut Oliver dan Spokane (1988), model kelas merupakan model yang
menghabiskan banyak biaya atau paling mahal diantara lainnya. Pada tahun 1991,
Hardesty melakukan penelitian tentang evaluasi mata kuliah bimbingan karir.
Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa secra keseluruhan, pelatihan
bimbingan karir membawa dampak positif bagi peserta didik yang mengikutinya. Dampak positif ini bisa
dilihat dari meningkatnya kedua aspek dalam karir yaitu keputusan karir dan
kematangan karir pada para peserta didik . Walaupun begitu, pengaruh atau dampak
positif ini belum bisa dipastikan akan bertahan dalam jangka panjang atau
tidak. Nampaknya, penelitian tentang seberapa lama pengaruh pelatihan bimbingan
kerja ini belum pernah dikembangkan.
Penelitian meta analisis lainnya
dilakukan oleh Whiston, Sexton dan Lassof pada tahun 1998. Mereka meneliti 47
mata kuliah, termasuk diantaranya 9 mata kuliah bimbingan karir. Mereka menemukan
bahwa model kelas pada pelatihan bimbingan karir menempati urutan ketiga model
bimbingan karir paling efektif diantara 8 lainnya. Dua pertama ditempati oleh
pendekatan secara individual dan kelompok. Berturut-turut lainnya adalah
interpretation test, seminar, pelatihan melalui computer, pelayanan gratis
bimbingan karir, dan model lainnya yang tidak dikategorikan. Ditinjau dari segi
biaya, program yang membutuhkan biaya paling sedikit adalah pelatihan bimbingan
karir melalui kelas, pelayanann gratis dan computer. Apa yang ditemukan oleh
mereka ini hamper sama dengan apa yang ditemukan oleh Oliver dan Spokane
sepuluh tahun sebelumnya, 1988, perbedaannya hanya terletak di segi biaya.
Brawn dan Krane (2000) menegaskan bahwa
pelatihan bimbingan karir yang efektif meliputi lima aspek:
1) Klien bisa memperjelas rencana karir dan tujuan hidup dalam
tulisan.
2) Tersedianya tes untuk menguji hasil dari bimbingan karir.
3) Menyediakan informasi yang akurat tentang karir yang dipilih
klien, baik itu untung dan ruginya.
4) Klien melakukan pelatihan bimbingan karir dengan ahli yang
sudah berkecimpung dalam dunia bimbingan karir.
5) Membimbing klien dalam mengembangkan jaringan pendukung
sesuai dengan bidang pekerjaan yang dipilihnya.
Brown dan Krane juga menyarankan agar
setiap pelatihan bimbingan karir setidaknya mengandung tiga dari lima aspek
yang telah disebutkan diatas. Cepatnya perkembangan program pelatihan bimbingan
karir dalam beberapa tahun terakhir ini membuat program ini memiliki jangkauan
internasional. Banyaknya buku tentang bimbingan karir merupakan bukti nyata
bahwa studi tentang karir masih diminati dan diperlukan oleh masyarakat.
Pelatihan
bimbingan karir di lingkungan universitas pada dasarnya adalah pola umum
perbuatan pembimbing atau dosen terhadap klien atau mahpeserta didik dalam wujud hubungan bantuan. Pembimbing
menjalankan hubungan bantuan dengan peserta
didik dalam artian bahwa ia bersedia menciptakan sistem lingkungan yang kondusif
untuk membantu perkembangan mahpeserta didik dalam:
1) Pemahaman dan
penilaian peserta didik terhadap dirinya terutama yang menyangkut
potensi dasar (bakat, minat, sikap, kecakapan dan cita-cita).
2) Pemahaman peserta didik terhadap nilai-nilai yang ada pada dirinya dan
masyarakat sekitar.
3) Pengetahuan peserta didik dalam memahami lingkungan pekerjaan yang
berhubungan dengan potensi dirinya serta jenis-jenis pendidikan dan pelatihan yang
mungkin diperlukan untuk bidang karir tertentu.
4) Mengatasi mengatasi hambatan-hambatan yang disebabkan oleh faktor dalam
(dari diri sendiri) dan faktor luar (keluarga dan lingkungannya).
5) Merencanakan masa
depan karir mahasiwa.
Dalam
pola bimbingan karir di atas, akan membantu dalam pembuatan dan pelaksanaan
rencana karir, sekaligus penilaian terhadap diri sendiri dan lingkungannya.
Ketika semua tujuan bimbingan karir tercapai secara baik, maka mahaiswa akan
mencapai kesuksesan perjalanan hidup yang bermakna horizontal dan vertical.
Horizontal berarti hubungan dengan sesame manusia lainnya dan vertical berarti
hubungan manusia dengan Tuhan.
Pola
bimbingan karir tersebut juga menunjukkan bahwa setiap tujuan bimbingan karir
bersifat situasional; atau dalam penggunaannya bergantung pada
sasaran perilaku peserta didik yang akan dikembangkan.
D. Strategi Bimbingan
Karir pada dekade terakhir
Untuk
mencapai tujuan bimbingan karir diatas, setiap dosen pembimbing memiliki dan
dapat menempuh strategi yang berbeda-beda; sesuai dengan latar belakang
pendidikan, keahlian dan kondisi objektif klien atau peserta didik yang dihadapinya. Setiap individu memiliki
masalah yang berbeda sehingga harus ditangani secara berbeda pula. Kebutuhan bimbingan
karir pada setiap individu akan berbeda tergantung dari permasalahan yang
dimiliki individu tersebut. Hal ini sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Peterson et al. dan Sampson et
al. “Each individual has unique career
problems and is best served by using unique combinations of career resources
and services in making career decisions” (1991; 1996; 2002; 1999)
Kendati demikian, seluruh strategi
dalam bimbingan karir dapat dikelompokkan tiga kelompok yaitu,
a.
Strategi Instruksional
b.
Strategi Substansial/Interpersonal
c.
Strategi Permainan
Untuk lebih jelasnya ketiga strategi
bimbingan karir tersebut dapat dijelaskan sebagai berikur.
a. Strategi Intruksional
Strategi instruksional merupakan bentuk
penyelenggaraan bimbingan karir yang dipadukan atau diintegrasikan dalam
pengajaran (instruksional). Strategi ini sangat sesuai dijalankan oleh tenaga
pengajar sehingga sering diterapkan di sekolah atau universitas. Strategi
instruksional ini cenderung bersifat informatif daripada pemrosesan informasi.
Pada dasarnya, strategi ini bukanlah
penyelenggaraan bimbingan karir, melainkan pengajaran (instruksional) yang
menerapkan prinsip-prinsip bimbingan karir. Strategi instruksional lebih
terfokus pada pemberian informasi karir. Strategi bimbingan karir instruksional
yang terpadu dengan pembelajaran merupakan pemrosesan informasi karir secara
klasikal. Strategi ini sering diterapkan dalam kelompok melalui penggunaan
metode atau teknik-teknik pembelajaran. Umumnya, teknik pembelajaran ini berupa
pengajaran unit, home room,
karyawisata, ceramah tokoh/nara sumber, media audio visual, bibliografi,
pelatihan kerja, career day,
wawancara, dan paket bimbingan karir.
b. Strategi Substansial/Interpersonal
Strategi substansial merupakan bentuk
penyelenggaraan bimbingan karir yang bersifat interpersonal (antara pembimbing
dengan klien). Strategi ini sering diterapkan oleh dosen pembimbing dalam
bentuk wawancara konseling. Untuk mempergunakan strategi ini, diperlukan
penguasaan teori dan praktik konseling.
Selain itu, para dosen pembimbing yang menerapkan strategi ini harus
menguasai disiplin ilmu penunjang yang terkait dengan bimbingan karir. Teknik
yang termasuk ke dalam strategi substansial adalah teknik genogram dan
konseling karir.
1)
Teknik Genogram
Rae
Wiemers Okiishi (1987) adalah orang pertama yang memperkenalkan istilah teknik
genogram dalam tulisannya yang berjudul The
Genogram as a Tool in Career Counseling dalam Journal of Counselling and Development Volume 66. Dilihat secara
etimologis, genogram berarti silsilah, yaitu gambar asal-usul keluarga klien
sebanyak tiga generasi. Penggunaan teknik genogram berdasarkan asumsi bahwa ada
pengaruh dari orang lain yang berarti terhadap individu dalam identifikasi
perencanaan dan pemilihan karir (significant
of other). Pembimbing atau sering disebut konselor berupaya
mengidentifikasi orang yang berarti bagi diri klien. Penggunaan teknik genogram
ini lebih merupakan teknik awal untuk memasuki konseling karir. Pelaksanaan
teknik ini bersifat individual. Meskipun begitu, tidak menutup kemungkinan,
pelaksanaan wawancara genogram bisa dipandang sebagai proses konseling karir
jika dalam wawancara tersebut konselor (pembimbing) menerapkan prinsip-prinsip
dan teknik-teknik bimbingan karir yang dapat mempengaruhi proses pemilihan karir
klien ke arah yang lebih baik atau konseling yang terfokus pada pemecahan
masalah karir klien.
Pelaksanaan
teknik genogram ditempuh dalam tiga tahap, yaitu: (a) konstruksi genogram, (b)
identifikasi jabatan, dan (c) eksplorasi klien. Ketiga tahap tersebut dapat
dijelaskan berikut ini:
(a)
Konstruksi Genogram
Konstruksi
genogram adalah tahap pertama untuk memetakan gambar silsilah atau asal-usul
keluarga klien sebanayak tiga generasi. Tiga generasi berarti generasi klien,
generasi oarangtua klien dan generasi kakek nenek klien. Seluruh angota
keluarga dari ketiga generasi yang diketahui oleh klien dibuat gambar atau
bagannya. Pembimbing beserta klien membuat gambar tersebut bersama-sama. Selama
proses menggambar, konselor mendiskusikan peran-peran tiap orang yang digambar
di kehidupan klien. Konselor berusaha menggiring klien untuk menceritakan semua
orang yang ada di dalam gambar sehinngga gambar tersebut dapat memberikan
penjelasan hal-hal penting berkenaan dengan silsilah dari ketiga generasi
klien. Hal-hal penting tersebut bisa ditandai dengan mencantumkan tanda atau
simbol tertentu yang dapat dipahami baik itu oleh konselor ataupun klien.
(b)
Identifikasi Jabatan
Dalam
identifikasi jabatan, konselor bersama klien berupaya menelusuri bidang-bidang
pekerjaan/jabatan yang ada pada anggota keluarga dari tiga generasi itu.
Informasi tersebut termasuk usaha yang
ditempuh oleh setiap anggota keluarga untuk memperoleh pekerjaan/jabatan
tersebut. Identifikasi jabatan juga menggambarkan tingkat keberhasilan, dan
konsekuensi dari perolehan pekerjaan atau jabatan bagi aspek keidupan setiap
anggota keluarga yang bersangkutan.
(c)
Eksplorasi Klien
Tahap
ekplorasi klien memfokuskan pembahasan terhadap klien agar memperoleh pemahaman
diri dan lingkungan serta dapat merencanakan karir masa depannya. Terdapat
beberapa hal penting untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan pada wawancara
genogram, yaitu: (1) isi pengamatan diri klien; (2) pemahaman terhadap
lingkungan/dunia kerja; (3) proses pembuatan keputusan; model-model pola hidup;
dan (5) model-model pekerjaan atau karir. Hal-hal yang perlu didiskusikan oleh
dosen pembimbing atau konselor dengan peserta
didik adalah : (1) keberhasilan-keberhasilan anggota
keluarga; (2) mobilitas anggota keluarga; (3) pengelolaan waktu; dan (4)
integritas diri.
2)
Pendekatan Konseling Karir
John
Crites (1987) mengemukakan enam pendekatan konseling karir, yaitu: (1) trait and factor career counseling (2)
client-centered career counseling, (3) psychodynamic career counseling, (4)
developmental career counseling, (5) behavioral career counseling, dan (6)
comprehensive career counseling.
c. Strategi Permainan
Permainan
adalah suatu perbuatan atau kegiatan sukarela, yang dilakukan dalam batas-batas
ruang dan waktu tertentu yang sudah ditetapkan, menurut aturan yang sudah
diterima secara sukarela tapi mengikat sepenuhnya, dengan tujuan dalam dirinya
sendiri, disertai oleh perasaan tegang dan gembira, dan kesadaran lain daripada
kehidupan sehari-hari (Johan Huizinga, 1990: 39). Definisi tersebut menyiratkan bahwa permainan
memiliki ciri-ciri khas yang membedakannya dengan kegiatan dalam kehidupan yang
lain. Ciri-ciri khas dimaksud adalah: (1) permainan adalah perbuatan yang
bebas, artinya permainan dapat ditangguhkan atau dikesampingkan setiap saat;
karena ia dilakukan tanpa paksaan/tuntutan fisik apalagi kewajiban moral,
sehingga permainan melampaui jalannya proses alami; (2) permainan bukanlah
perikehidupan yang biasa atau yang sesungguhnya; ia merupakan suatu perbuatan
keluar dari sesungguhnya, dalam suasana kegiatan yang sementara dengan tujuan
tersendiri; (3) permainan memisahkan diri dari kehidupan biasa dalam hal tempat
dan waktu, oleh karenanya ia bercirikan tertutup dan terbatas. Ia dimainkan
dalam batas-batas waktu dan tempat tertentu, bermakna dan berlangsung dalam
dirinya sendiri, dimulai dan berakhir pada suatu saat tententu, terdapat
variasi aktifitas, serta dapat diulangi sesuai dengan kebutuhan; (4) di dalam
permainan berlaku tata-tertib tersendiri yang mutlak, oleh karena itu permainan
lebih bercirikan menciptakan ketertiban atau keteraturan. Penyimpangan terhadap
aturan tersebut dapat merusak proses dan nilai permainan.
Permainan
merupakan salah satu strategi alternative penyelenggaraan pelatihan bimbingan
karir. Strategi ini berlangsung melalui permainan dan dalam setiap permainan
biasanya dapat menjangkau beberapa sasaran sekaligus.
Strategi
permainan dalam bimbingan karir dapat dikelompokkan ke dalam lima kelompok.
Tiap kelompok memiliki tujuan masing-masing yang ingin dicapai. Lima kelompok
permainan tersebut adalah: (1)
permaianan ekspresi dan proyeksi diri; (2) permainan pilihan dan putusan nilai;
(3) eksplorasi dan identifikasi lingkungan; (4) diskusi isu dan aturan; dan (5)
analisis gaya hidup.
1)
Permainan ekspresi dan proyeksi diri
Strategi
permainan yang dapat dimasukkan ke dalam kelompok ekspresi adalah permainan
yang berupaya mengungkapkan karakteristik, ciri atau sifat-sifat diri pribadi
secara langsung, baik dalam bentuk lisan, tulisan maupun gerak-gerik isyarat.
Contohnya: (a) peserta didik menuliskan sifat-sifat dirinya yang baik dan
yang buruk; (b) menuturkan keadaan dirinya bila menghadapi suatu situasi atau
mengemukakan penilaian atas sifat-sifat diri yang dibutuhkan untuk suatu jenis
pekerjaan; (c) tebak-tebakan tentang keadaan diri bersama orang lain.
Strategi
permainan proyeksi diri merupakan permainan yang berupaya menyingkap tabir atau
selubung yang tersembunyi di balik suatu ungkapan. Misalnya: Dosen pembimbing
meminta setiap peserta didik untuk mengeluarkan pendapatnya tentang suatu
hal yang menyangkut keadaan mereka. Keadaan tersebut bisa saja bermacam-macam,
sebagai contoh apa yang akan mereka lakukan apabila mereka tiba-tiba
mendapatkan sejumlah uang. Di balik pendapatnya itu tersimpul nilai-nilai diri
yang mendasari prioritas tindakan penggunaan uang. Proyeksi diri dapat juga
dalam bentuk karangan atau surat kepada sahabat khayalan dan atau gambar/lukisan
yang menggambarkan keadaan diri setiap peserta
didik .
2)
Permainan pilihan dan putusan nilai
Prinsip
utama dalam permainan ini adalah bagaimana individu atau mahasiwa menentukan
prioritas serta mengambil suatu keputusan tindakan yang didasarkan atas
nilai-nilai yang dimilikiny. Hal yang tidak kalah pentingnya dalam permainan
ini adalah klien atau peserta didik tidak dinilai atau dievaluasi apalagi
diberikan label tertentu oleh dosen pembimbing/konselor. Permainan
pilihan dan putusan nilai semata-mata dilakukan untuk menegaskan “proses”
pemilihan dan mengambil keputusan yang paling penting dalam hidupnya. Contoh
jenis permainan ini: (a) pilihan objek wisata dan tempat liburan yang disenangi
beserta alasannya; (b) memilih kawan berbincang dalam suatu perjamuan;
dan atau (c) mengurutkan prioritas utama orang yang perlu diselamatkan dari
kecelakaan, dan sebagainya.
3)
Eksplorasi dan identifikasi lingkungan
Kelompok
permainan eksplorasi dan identifikasi lingkungan mengutamakan bantuan kepada
klien. Bantuan ini diberikan agar ia mampu dan sanggup menjelajahi dan merinci
lingkungan baik di lingkungan pendidikan maupun lingkungan pekerjaan.
Lingkungan ini tentu saja yang secara potensial sesuai dengan karakteristik
diri pribadinya. Ketika klien atau
mahasiwa bisa menjelajahi dan merinci lingkungan-lingkungan tersebut, wawasan
karir di masa depan akan tergambar dan dapat diambil oleh klien sebagai
alternatif pilihan. Sebagai contoh: peserta didik diajak untuk menganalisis satu jenis pekerjaan
mengenai syarat, sarana penunjang yang dibutuhkan, komposisi kelompok atau
sektor kerja yang sejenis, serta penentuan manfaat lain dari adanya pekerjaan
itu. Permainan ini bisa juga dengan cara menyimak kisah-kisah tokoh-tokoh
sukses; membandingkan perjalanan hidup tokoh teladan dengan keadaan diri klien
atau peserta didik ; kuis pesona atau menebak
seseorang/tamu misteri tentang pekerjaannya, berdasarkan pertanyaan
tentang lingkungan kerja, peralatan yang dipergunakannya, dan sektor pekerjaan
yang terdapat pada diri orang tersebut.
4)
Diskusi isu dan aturan
Permainan
ini dapat dilakukan dalam bentuk diskusi. Diskusi dimulai dari pemilihan dan
penentuan masalah utama (isu) tentang peraturan hidup yang dihadapi peserta didik atau manusia umumnya. Setelah penentuan isu,
beberapa peserta didik secara sukarela diminta tampil sebagai
pembicara yang melontarkan pendapatnya atas isu dimaksud. Pada giliran
selanjutnya ditanggapi oleh peserta konseling lainnya kemuadian diakhiri dengan
kesimpulan yang bersifat feedback atau umpan-balik bagi kehidupan para peserta
konsleing. Meskipun dalam bentuk diskusi, harus tetap diingat bahwa strategi
masih tetap dalam kerangka permainan yang bersifat tegang dan gembira.
Ciri-ciri permainan yang telah disebutkan sebelumnya seharusnya menjadi cirri
pokok dalam strategi bimbingan karir ini.
5)
Antisipasi/prediksi gaya hidup
Antisipasi
atau prediksi gaya hidup merupakan jenis permainan yang menekankan analisis
atau perkiraan, cita-cita yang diangankan akan masa depan kehidupan peserta didik ,
keluarga maupun pekerjaan dan keadaan dirinya, berdasarkan pengelolaan
informasi diri dan lingkungan, nilai serta permasalahan yang dihadapi sekarang
ini. Sebagai contoh: peserta didik dapat
menuturkan cita-citanya, kemudian ditanggapi oleh peserta didik lain atau dosen pembimbing. Tanggapan itu yang
memungkinkan peserta didik penutur
melakukan pertimbangan, mengungkapkan alasan keadaan dirinya sekarang. Contoh
lain adalah peserta didik menentukan
pilihan jenis serta sifat orang yang sekiranya dapat menolong dirinya di saat
diperlukan dalam menghadapi kemelut hidup.
Sumber :
/////////